Aku menatap laki-laki berusia 40-an. Kepalanya yang botak dihiasi rambut hitam. Kulihat keriput-keriput seram di raut wajahnya, tampak gagah tapi menakutkan. Berwatak layaknya ayah. Ia bekerja keras tak kenal lelah. Menurutku, ia pria yang bertanggung jawab. Memimpin dengan bijak dan berani.
"Hah, Ayah dipecat? Beneran, Yah? Lalu, bagaimana kita bisa makan?" tanya ibu bertubi-tubi. Mulutnya menganga lebar. Terpana. Lalu, kepalanya terkulai lesu. Tak menyangka musibah ini menimpa keluarganya. Perlahan, ia duduk di samping ayah. Memegang tangannya. Mencoba menguatkan. Keduanya terdiam seribu bahasa sambil mengamati ubin yang mulai usang.
"Bagaimana bisa Ayah sampai kehilangan pekerjaan," lanjut ibu memecah keheningan. Beliau penasaran.
"Ayah juga tidak tahu. Bos perusahaan hanya memanfaatkan potensi Ayah saja, lalu Ayah dipecat seketika," jawab Ayah dengan wajah geram dan stres
"Ah, sudahlah urus saja anakmu itu, aku lelah!" lanjut ayah lalu pergi keluar rumah sambil membanting pintu.
Sang ibu menangis. Anak-anak pun menghampiri ibunya. "Ada apa, Bu? Mengapa Ibu bertengkar dengan ayah?" tanya Habibi.
"Habibi, Faida, Annisa kalian tahan yah rasa laparnya. Malam ini, kita tak makan dulu. Besok, kita pasti makan enak."
"Ya mah," jawab mereka serempak.
Adik-adikku yang masih belum mengerti kondisi ini hanya mengiyakan saja. Aku emosi melihat ayah yang pergi begitu saja. Aku tak terima dan jengkel melihat Ibuku hanya diam menangis.
"Ibu, mau bertahan sampai kapan? Mungkin saja waktu kita tak lama. Kenapa Ibu tak memberhentikan Ayah?" ucapku dengan marah.
"Ibu juga tidak tahu, Nak, harus berbuat apa. Kalau Ibu kerja nanti, siapa yang menjaga dan memberi adikmu asi?"
Aku pasrah, mendengar jawaban ibu. Aku mengambil wudhu. Berdoa dan salat di keadaan gelap. Lampu padam, suasana sunyi. Jam di ponselku menunjukkan pukul 2 pagi.
Ayah masih saja tak kunjung datang. Aku pun menunggu kepulangan beliau. Matahari pagi menyapa bumi. Saat itu, aku mendengar ada yang berbisik. Suara yang mengarahkanku melangkah ke kamar ibu. Kulihat ibu sedang menelpon pihak bank dan ingin meminjam uang
"Mas, saya ingin meminjam 10 juta," ucap Ibu "Nanti saya akan melunasinya ketika ada uang," lanjut Ibu.
"Baiklah, saya rela rumah ini disita jika tak bisa membayar utang dalam waktu 3 bulan," jawab ibu kemudian.
Aku yang kaget datang ke ibu dengan wajah khawatir. "Ibu, mengapa asal meminjam dengan jumlah yang tak kecil?"
Menulis Cerpen |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar