Suasana 372 kopi kolmas Sumber: Instagram @372kopi_kolmas |
Keriuhan siang belum usai, tiba-tiba saja serombongan bestie putih biru menjemputku di sekolah.
"Halah, mengapa telponku gak diangkat?" tanya Teti yang pertama menemuiku di ruang konsultasi.
"Ponselku di tas. Aku baru kelar ngajar," jawabku sambil merogoh tas mencari ponsel.
Baru kuingat bahwa kuotaku habis. "Anggeeerrr...!" Semua kompak memberikan reaksi atas amnesiaku itu sambil tertawa. Ruangan mungil itu pun menjadi ramai.
"Aas lagi di Cimahi, sekarang lagi di jalan, otw sini," kata Teti menyela keriuhan siang ini.
Aku langsung bereaksi cepat. "Tolong dong isiin pulsa," pintaku.
"Wani piro?" tanya Rin sambil membuka ponselnya.
"Ketemu lunas," balasku sambil menepuk pundaknya.
Tak berapa lama ponselku bertenaga lagi dan Aas tiba di sekolahku.
"Halah ini wanita karir meni susah dikontakna. Udah kita samperin rame-rame aza ke sekolah," jelasnya panjang lebar.
Aku hanya nyengir kuda menanggapinya.
"Yuk, ke Kabuci! Ngopi cantik sambil reuni kecil-kecilan. Besok, aku balik ke Pontianak," ajaknya.
Tanpa membuang waktu, kami segera meluncur ke Cimahi Utara dengan Gocar.
Kesejukan kebun kopi mini, 372 kopi kolmas Cimahi segera menyambut rombongan kecil ini setelah turun dari Kijang.
"Lah, mushalanya pindah kemana Mang?" tanyaku saat melihat tempat parkir jadi lebih luas.
"Itu, Neng di depan," jawab mang parkir sambil menunjukkan bangunan mushala baru yang lebih terbuka.
Kami segera menuju mushala untuk menunaikan kewajiban di tengah hari, shalat Dhuhur.
Selesai shalat, kami duduk-duduk santai menikmati semilir angin sambil merapikan diri.
"Supri dah ke sini belum?" tanya Aas.
"Kayaknya belum," jawab Teti. Kami jadi celingukan ke parkiran motor mencari sahabat kami itu. Nihil.
"Ya, udah kita duluan ke sana sambil cari tempat duduk. Biar dia nanti nyusul."
Kami segera memasuki jalan setapak menuju sebuah bangunan model Jawa yang terbuat dari kayu. Tampak beberapa kursi dan meja mematung menanti pelanggan. Di sebelah kanan, ada meja pesanan. Seorang petugas cantik tersenyum menyambut kedatangan kami. Serentak mata langsung menatap menu yang ada di meja dan papan menu di atas secara bergantian.
"Untuk Paket Tutug Oncomnya bisa diganti dengan Pais (pepes) ikan?" tanya Tati. "Aku gak mau ayam," sambungnya.
"Boleh," jawab petugas cantik itu.
Akhirnya, kami berempat memesan paket Tutug Oncom dengan pepes ikan mas. "Hmmm... lezat, bikin perutku berkriuk-kriuk."
Kami satu selera untuk makan siang. Namun, tidak untuk minumannya. Aku memilih Cappucino. Aas dan Teti memesan Lemon Tea, sedangkan Tati memesan air mineral.
Cappucino ala 372 kopi kolmas atau Kabuci |
Setelah itu kami mencari-cari tempat duduk yang nyaman. Di selasar, tampak para pegawai berseragam hitam putih sedang rapat kecil. Kami melewatinya dan menuju kebun. Di sebuah bale, serombongan remaja sedang bercengkrama.
"Di sini sajalah!" ujar Teti sambil menunjuk meja panjang di sebelah kiri tangga. Seorang petugas tampak menyapu daun-daun yang berserakan.
Modeling Putih Biru |
Kesejukan menyergap kami di tengah hari yang cukup menyengat. Daun-daun kopi berlenggok kecil saat angin mempermainkannya. Beberapa daun berguguran. Kami membuka obrolan ringan sambil menunggu pesanan datang.
"Kak Aas dimana?" Tiba-tiba suara laki-laki berteriak lantang dari bangunan kayu di atas sana.
"Di sini!" balas kami sambil mengangkat tangan.
Laki-laki itu pun bergegas turun sambil membawa pesanan kami.
Tak berapa lama kemudian paket Tutug Oncom terhidang di atas meja kayu jati. Plus aneka minuman dan cemilan. Tahu Cabe Garam dan Pisang Goreng.
Saat kami menikmati makanan khas Sunda tersebut, Supri pun datang. "Ayo langsung saja pesan makanannya!" kata Aas.
"Gak ah, baru beres makan di rumah. Kan habis jumatan," tolaknya halus.
"Ngopi atuh ngopi ya. Saya pesankan. Mau apa?" tanya Aas lagi.
"Cappucino dan kopi hitam saja," jawabnya pendek.
"Kok dua?" tanyaku heran.
"Buat Aha mau ke sini juga. Meh urang aya batur lalaki atuh (biar aku ada teman cowok). Dia lagi di atas Kabuci. Biasa ngasuh. Bentar lagi ke sini," jawabnya.
"Oh, ok. Baiklah. Makin banyak makin ramai. Asyeklah!" balasku sambil memasukkan suapan nasi Tutug Oncom.
Tak lama Aha datang meramaikan suasana. Obrolan dan gelak tawa pun tercipta sambil makan siang.
"Cinta!" panggil petugas lagi.
"Di sini," jawab Aha.
"Lah, mengapa namamu jadi Cinta?" tanyaku heran.
"Eh, uniknya Kabuci kan itu. Panggil Pelanggan. Jadi kita pakailah nama artis, komedian atau tokoh-tokoh lainnya biar seru. Jangan nama asli!" jelas Aha panjang lebar.
"Ih, pakai Reyhan atuh!" kataku.
"Yah, teu update," balas yang lain.
"Da manehna mah bukan orang baik," balas Supri disambut tawa.
"Heehnya, poho euy urang," jawab Aha.
Kami kembali menikmati makan siang, kopi, dan cemilan sampai licin tandas. Kebun kopi mini ini menjadi pendengar setia kenangan kami saat berseragam putih biru. Masa SMP. Suka duka saat menimba ilmu di bangku jati yang berat. Tak luput juga, kami mengenang kebaikan teman-teman yang sudah menghadap Sang Ilahi.
Begitulah nostalgia kami di Kabuci atau 372 kopi kolmas. Setelah makan siang, acara berikutnya adalah mengabadikan pertemuan. Foto-foto. Entah bulan apa kami bisa berkumpu kembali.
Bestie Seragam Putih biru |
372 kopi kolmas bisa jadi rekomendasi untuk kumpul-kumpul bersama sahabat, keluarga, teman-teman, kolega atau kekasih. Menikmati kopi sambil berada di bawah keteduhan pohon menjadi sensasi tersendiri. Membuat kami betah berlama-lama di sini.
"Kalian suka ngopi juga, Sob?" Cobain deh datang ke sini. Bisa juga membawa pulang kopi yang terpajang di depan.
Seru dan asyik.
Selamat berburu kuliner Cimahi, Sob
Sampai jumpa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar