Halo Sobat
yayuarundina.com, kali ini kita ngobrol tentang kue
tradisional, yuk! Siapa nih diantara kalian yang suka dengan kue tradisional
atau masakan tradisional? Atau bahkan ahli membuat kue dan masakan tradisional?
Di tulisanku kali ini, kita bahas
Jajanan Pasar, Kue Tradisional Enak yang Bikin Kangen. Hmmm…
kangen sama siapa nih?
Aneka Kue Tradisional untuk Hiasan Kenduri |
Kita
sering ya mendengar istilah kue tradisional, bahkan sering makan juga. Secara
teori, dalam literatur yang kubaca, kue tradisional adalah kudapan yang terbuat
dari bahan hasil kekayaan alam Indonesia dengan teknik pembuatan , alat dan
penyajian yang khas Indonesia. Berdasarkan tingkat kadar airnya, ada kue basah
dan ada kue kering.
Seperti
halnya masakan, kue tradisional juga merupakan kekayaan kuliner Indonesia.
Rendang, nasi goreng dan sate sudah
dikenal dunia. Tentu saja, ini menjadi
kebanggaan bagi kita. Semoga makin banyak masakan tradisional Indonesia yang
mendunia. Adakah kue tradisional yang sudah mendunia juga?
Cukup
banyak juga kue tradisional yang sudah dikenal di luar daerahnya. Ada bika
ambon, kue lapis, klepon, putu mayang, gemblong, kue delapan jam, rangginang,
cenil, awug, surabi, lemper, mendoan, aneka keripik, comro, misro, dan lain
sebagainya.
Kue
Tradisional Bagian Dari Kehidupan Bermasyarakat
Menurut
pendapatku, kue tradisional merupakan bagian dari kehidupan bermasyarakat suatu
daerah. Misalnya saja dalam masyarakat Sunda yang hidup di tanah atau provinsi
Jawa Barat. Dulu, saat aku kecil dan kuliah kerja nyata (KKN) di daerah
Sumedang, kue tradisional akan dibuat secara khusus oleh warga saat ada kenduri
atau pesta. Inilah bukti bahwa kue tradisional merupakan bagian dari kehidupan
bermasyarakat.
Di
Sumedang, saat salah satu warga akan menikahkan anaknya, warga sekitar serta
saudara-saudaranya sibuk mempersiapkan kue tradisional untuk nyuguhan tamu. Menjamu tamu. Keler atau
toples-toples kosong akan penuh oleh beragam kue tradisional. Yang paling
kuingat adalah Rangginang dan Opak. Opak Oded merupakan oleh-oleh khas dari
daerah Sumedang. Selain itu, ada juga Tahu Sumedang.
Kue
Tradisional, Jajanan Favoritku
Ngobrol
tentang kue tradisional ini kembali melemparku ke masa kecil. Yup, kue
tradisional bagiku memang identik dengan kehidupan masa kecilku. Mungkin,
karena dulu masih kental gaya hidup tradisional, ya Sob?
Satu momen
yang paling berkesan untukku adalah saat diajak mamah, saudara atau nenekku ke
pasar. Aku paling suka kalau diajak ke pasar pada pagi hari, apalagi saat
menginap di rumah nenekku di Bandung. Mengapa? Karena ada buruhnya, Sob. Tahu buruh?
Buruh dalam bahasa Sunda berarti
hadiah. Bukan pekerja pabrik.
Biasanya,
aku akan jalan kaki menuju pasar. Selama beberapa waktu, juga akan berkeliling
pasar mencari barang-barang belanjaan. Bahan masakan untuk beberapa hari ke
depan. Kadang-kadang, nenek akan memasak banyak untuk tamu yang datang.
Asyiknya,
setelah selesai berbelanja, aku akan diajak khusus ke tempat jualan kue
tradisional. Dulu, di sebuah sudut pasar Antri Cimahi, ada seorang penjual kue
tradisional yang kukenal. Karena seringnya, mamah membeli kue-kuenya mungkin
ya. Penjualnya seorang nenek berbadan agak besar. Gemuk dan beruban. Beliau
merupakan orang Jawa. Logat khasnya akan keluar saat ngobrol. Kue-kue
tradisional yang dijualnya dibuatnya sendiri. Enak-enak loh. Hmmm… bikin
kangen.
Untuk
cemilan keluarga, biasanya akan ada beberapa macam kue. Aku paling suka sama
bubur sumsum candilnya. Wangi daun sujinya sangat menggoda. Sampai kini, tak
ada bubur sumsum candil seenak buatan Mawiyah ini. Selain itu, ada kue
gemblong, klepon, lupis, surabi, getuk, dadar gulung, lapis, bugis dan masih banyak lagi. Duh, aku
sudah lupa, kue kue lainnya.
Klepon, jajanan favoritku |
Oh, ya
selain kue basah, aku juga sering jajan kue subadra. Entah orang lain
menamakannya apa. Mungkin, sekarang mirip dengan kue sagu. Lumer di mulut.
Rasanya manis. Satu bungkus berisi lima buah kue. Ada yang putih dan merah.
Pulang
dari pasar, hatiku senang bukan kepalang. Sambil beristirahat di rumah, aku
akan menikmati kue-kue tradisional ini. Kadang sendirian, bersama adik-adikku
atau menunggu bapakku pulang kantor. Ah, masa kecil yang manis.
Baca Juga: https://www.yayuarundina.com/2021/08/memori-masa-kecil-hidup-di-kampung.html
Jajanan Pasar, Kue Tradisional Enak yang Bikin Kangen
Beneran
deh Sob, kue tradisional ini bikin hatiku kangen berat. Kangen pada mamahku,
kangen pada nenek, kangen pada kebersamaan keluarga, kangen makan-makan enak,
ah banyak deh memori masa kecil yang tak terulang lagi di masa sekarang. Beda
zaman.
Dulu,
keluarga besarku sering berkumpul dan membuat berbagai macam kue tradisional.
Saat menjelang lebaran, ada yang nikah, disunat, atau nujuh bulanan. Nujuh
bulanan itu adalah selamatan untuk ibu hamil yang usia kandungannya 7 bulan.
Dulu kan, banyak anak, banyak rejeki yah. Jadi, sering bangets ada hajatan
nujuh bulanan ini.
Ini dia
beberapa kue tradisional yang dibuat untuk acara kenduri tersebut.
1.
Rangginang
Menurutku ini cara bikin kue
tradisional paling asyik. Butuh seni khusus. Kalau bahannya bagus, mencetaknya
tepat, dan cuaca cerah, rangginang yang dibuat pasti akan enak. Ngepros. Renyah. Kalau tidak bagus,
biasanya akan keras. Sama mungkin dengan kerupuk bantat.
Rangginang ini berbahan dasar beras
ketan yang sudah dikukus dan dibumbui. Bisa garam, terasi, ebi dan yang lain
sesuai selera.
Ranginang Terasi |
Aku paling suka membantu
cetak-mencetak rangginang ini. Buat ngabuburit.
2.
Kembang Goyang
Adonan kembang goyang ini bisa dibuat
oleh bibi atau uyutku. Setelah ada adonannya, anak-anak bisa bantu menggoreng.
Masing-masing mendapat satu cetakan.
Cetakan itu dicelupkan ke adonan, lalu
dimasukkan ke wajan berisi minyak panas. Setelah lepas, dari cetakan, bibiku
yang akan mengeksekusi akhirnya. Seru deh bikin kue goyang ini.
Mengapa namanya kue goyang? Karena
mencetaknya harus digoyang-goyang di dalam minyak panas sampai terlepas. Begitu
sih menurutku mah.
Kue Kembang Goyang |
3.
Bugis
Sebelum membuat kue bugis dan
nagasari, bibi-bibiku akan membuat tepungnya terlebih dahulu, beberapa hari
sebelumnya. Tepung buatan sendiri akan membuat kue lebih enak daripada membeli
atau menggiling di pasar.
Maka, akan ramailah suasana di
belakang rumah dengan suara alu seperti dalam cerita rakyat, candi Prambanan (
kalau tidak salah). Sambil ngobrol, seuseurian
(tertawa-tawa bahagia) mereka membuat tepung ini lalu disangrai.
Pada hari H, mereka akan membuat kue
bugis dengan isian enten. Enten adalah kelapa dan gula merah yang dimasak
khusus. Kue bugis biasanya dibungkus dengan daun pisang. Cantik tenan.
Kue Bugis untuk Kenduri |
4.
Nagasari
Kalau kue bugis berwarna hitam, karena
dari beras hitam. Kue Nagasari berwarna putih. Isiannya adalah pisang kukus
yang dipotong-potong. Kue ini juga dibungkus daun pisang. Sangat menggoda
selera.
Kue Nagasari untuk Kenduri |
5.
Ali Agrem
Ali Agrem biasanya dibuat oleh para
sesepuh. Nenek dan Uyut. Mereka juga sering dibantu oleh bibi-bibiku.
Kalau tidak salah, ali agrem ini
terbuat dari tepung beras ketan dan gula merah.
Kalau aku sih, bagian makannya aza ya
hehehe….
Ali Agrem Bang Ali |
6.
Wajit
Nah, ini sih keahlian khusus nenek dan
uyutku. Uyut adalah mamahnya nenek. Belum ada orang yang sanggup menggantikan
beliau-beliau ini.
Pembuatan wajit ini cukup rumit. Lama
dan bikin pegal tangan.
Berjam-jam beras ketan dimasak dengan air gula aren di wajan besar.
Diaduk-aduk sampai tingkat kekeringan yang pas. Setelah itu dibungkus dengan
kertas wajit yang berwarna-warni. Merah, kuning. Meriah.
7.
Rujak Asinan
Rujak Asinan ini khas untuk upacara
nujuh bulanan. Ada beberapa macam buah yang disatukan dalam air gula berbumbu.
Kalau suka pedas, bisa ditambah cabe rawit, selain cabe merah. Aku sih lebih
memilih tidak pedas, Sob.
Buah-buahan yang digunakan dalam rujak
asinan ini ada jambu air, kedondong, mangga, ubi jalar, belimbing, dan yang
wajib adalah biji delima. Tampilan rujak jadi semakin cantik dengan warna biji
delima yang bening dan merah muda. Dulu, sih banyak pohonnya di belakang rumah.
Uniknya, kita harus membeli rujak ini
dengan menggunakan uang buatan dari genteng. Sehari sebelumnya, kami, anak-anak
membuat uang dengan membentuk genteng seperti uang logam. Bulat. Kami buat
sebagus dan sebanyak mungkin. Semakin banyak uang, semakin banyak rujak yang
kita beli. Enaaak pokoknya.
8.
Bubur Merah Putih
Bubur Merah putih merupakan bubur
beras dengan dua warna dan dua rasa. Manis dan asin. Bubur manis berwarna
merah, karena ada tambahan gula merah. Bubur asin gurih berwarna putih. Kedua
bubur ini dicetak dalam pisin-pisin khusus. Para tamu biasanya langsung
menyantapnya per pisin. Hanya kebagian satu sih biasanya, Sob.
Bubur merah putih dibuat untuk
kelahiran bayi. Kalau tidak salah berusia seminggu. Bayi akan dicukur dan
diberi nama.
Saat kenduri berlangsung, kue kering
seperti rangginang dan kembang goyang akan disajikan di atas meja tamu dalam
toples-toples kaca yang cukup besar. Sedangkan kue basah akan disajikan dalam
piring-piring. Satu piring akan berisi campuran beberapa kue basah, sehingga
semua orang bisa menikmatinya.
Piring-piring ini akan disebarkan dalam
kelompok-kelompok tamu. Biasanya, para tamu akan duduk ngampar. Sering pula
penyajian kue basah menggunakan nyiru yang
sudah dihias daun pisang. Kue-kue basah ini ditata cantik. Biasanya ini, untuk
hiasan di meja depan. Kalau acara sudah selesai, baru boleh dimakan oleh
anggota keluarga.
Nah Sobat
yayuarundina.com, itulah kenang-kenangan masa kecilku. Jajanan
pasar, kue tradisional enak yang bikin kangen. Semoga bermanfaat, ya!
Sampai
jumpa lagi
Salam
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus