Halo Sobat yayuarundina.com, kali ini, aku ingin kembali
berbagi kenangan masa kecil yang penuh suka cita. Satu sisi memori masa kecilku
hidup di kampung sudah kutulis di blog ini, ya. Moga kalian juga sudah membaca
tulisan ini. Di postingan terbaru ini, aku ingin menulis tentang Bangku Kesayangan, Kenangan Masa
Kecil Yang Memorable Bangets.
Bangku kesayangan yang memorable
Baca Juga: https://www.yayuarundina.com/2021/08/memori-masa-kecil-hidup-di-kampung.html
Saat kecil dulu, ada kehidupan yang di masa sekarang sudah jarang kulihat
lagi. Mungkin, di desa masih ada. Saat bermain ke Cililin menuju curug Malela,
aku bisa kembali siduru di dapur.
Saat itu, kami menginap di rumah sahabat.
Nah, saat siduru itulah, kami
selalu menggunakan bangku kayu ini. Bangku yang ada ini bukan yang original ya.
Seiring zaman, bangku kecil untuk bersiduru itu, entah sudah kemana. Bangku
yang asli lebih kecil dan lebih pendek dari yang ini.
Siduru sambil duduk di bangku |
Setiap pagi, kami duduk di dekat hawu atau perapian untuk menghangatkan diri. Dulu,
hawa Bandung saat subuh atau pagi-pagi itu sangat dingin. Siduru atau duduk
dekat perapian menjadi kebiasaan kami. Sambil masak air buat kopi, teh atau isi
termos, juga menanak nasi menggunakan seeng.
Adakah Sobat punya pengalaman yang sama denganku? Siap-siap bau asap ya, kalau sudah duduk dekat hawu dan perih mata kadang-kadang. Jangan dekat-dekat, jaga jarak, ya! Ini hawu loh, bukan pandemi. 😂😂😂
Saat-saat yang paling membahagiakan adalah saat masak itu, bibiku suka ngabubuy sampe. Memasak singkong dengan
memasukkannya ke dalam abu panas.
Kayu-kayu yang terbakar, lama kelamaan akan hancur menjadi debu atau abu.
Karena rutin memasak menggunakan tungku, maka abu pun semakin banyak. Saat abu
banyak inilah kesempatan untuk ngabubuy
sampe.
Aku lupa punya bangku berapa ya waktu itu. Yang rutin siduru setiap pagi
adalah bibiku. Beliau ini memang candoli atau tugasnya urusan dapur, masak
memasak. Kadang aku ikut siduru. Kadang-kadang juga ada kakek dan pamanku.
Kalau banyak, paman suka duduk di atas tumpukan kayu bakar. Kakek kadang-kadang
duduk di bangku atau beliau mengambil kayu bakar yang besar.
Begitulah rutinitas pagi kami. Kakek dan paman sih lebih sering pergi ke
sawah setelah shalat subuh.
Si Hitam, Meja Kesayangan Kakek
Satu lagi, benda yang menurutku legend adalah sebuah meja kecil. Warnanya
hitam. Dihiasi ukiran di sekelilingnya. Dulu, ini disimpan di pojok ruang tamu
rumah Kakek. Lama setelah kakek meninggal, barulah meja ini terdampar di
rumahku. Bapakku waktu itu memboyonynya ke rumahku.
Si Hitam kesayangan kakek |
Meja hitam ini seringkali juga menjadi bangku kesayangan. Awalnya, aku bingung, ini meja atau bangku sih? Dan, aku suka juga duduk di meja hitam ini. Nyaman aza rasanya. Namun, kini, meja hitam ini kembali pada fungsi awalnya.
Meja hitam ini sering kulihat saat kami berlibur di rumah kakek yang
berlokasi di Purwakarta. Setiap Lebaran, beberapa hari, minimal seminggu,
biasanya kami berkumpul di sana.
Ah, banyak kenangan manis di sini. Rumah kakekku yang besar dengan
halaman yang luas pula, membuat kami bisa bebas bermain. Kalau tidak salah, rumah kakek ini terbagi
menjadi tiga bagian. Ruang tamu. Ruang tengah dan ruang belakang. Di ruang
belakang, ada mushala dan dapur. Ruangannya luas juga. Malah mungkin lebih luas
dari dua ruang lainnya.
Mushala ini juga menjadi satu sudut rumah yang kusukai. Bangunan kecil di
atas kolam ikan. Saat akan shalat, kami harus melintasi sebuah jembatan kecil
dan pendek menuju mushala. Ikan-ikan aneka warna menari-nari cantik di dalam
kolam, di bawah jembatan dan mushala.
Seringkali saat tak ada tamu, kami menikmati duduk-duduk di ruang tamu
sambil melihat taman depan yang ditumbuhi sebuah pohon kenanga. Aroma wangi
bunga kenanga sampai ke hidung kami. Membuat pagi menjadi lebih segar dan
bersemangat.
Semangat kami semakin baik, kala memandang sudut ruang tamu tempat meja
kesayangan kakek berada. Setangkai anggrek berdiri anggun di sebelah sana
ditemani secangkir kopi atau coklat panas kesukaan kakek. Pagi-pagi seperti
ini, kami ngobrol ngalor-ngidul
ditemani cemilan enak buatan adiknya kakek yang menetap di rumah ini.
Ah, sungguh suasana manis yang kurindukan. Bahagia tak terkira. Hal kecil
yang membuat ikatan persaudaraan, keakraban terjalin manis. Masih adakah
suasana seperti ini di zaman digital sekarang?
Meja mungil, kesayanganku |
Kini, meja hitam kesayangan kakek berubah menjadi kesayangan cucunya. Di atas meja hitam inilah, aku kerapkali mengukir kata dengan laptopku. Membuat berbagai macam tulisan untuk blogku Gerbang Matahari Arundina atau untuk media online Alonesia. Semoga akan banyak lahir tulisan-tulisan lainnya untuk berbagai media lain, buku, bahan ajar dan sebagainya.
“Makasih, Apah. Meja mungilmu menjadi bagian dari kreatifitasku saat ini! Semoga Engkau meridhoi cucumu yang asyik di meja kerjanya. Bahagia di surga sana saat melihat cucunya membuat banyak tulisan atau karya. Lup yu Pull, Apah dan Bapak.”
Kreatifitas dan Meja Kesayangan Kakek
Kini, meja kesayangan kakek ini kumanfaatkan untuk berkreatifitas.
Membuat konten blog . Mendukungku menjadi seorang konten kreator untuk portal
berita. Membuat administrasi guru yang menjadi kewajibanku. Menyusun soal untuk
berbagai macam tes para siswaku. Membuat berbagai macam surat dan proposal saat
ada keinginan mewujudkan mimpi membangun perpustakaan sekolah. Mengirim email
dan lain sebagainya.
Meja tempat kuberkreatifitas |
Tanpa meja hitam ini, rasanya aku akan sangat kesulitan membuat karya-karya kreatif itu. Meja mungil, tapi segudang manfaat untuk cucu kakek. Bangku kesayangan ini telah kembali pada fungsi aslinya.
“Hatur nuhun pisan, Apah. Meja warisanmu menjadi sangat bermanfaat untuk kami. Semoga ini menjadi amal kebaikan untuk Apah dan Bapak. Mampu melebur dosa-dosa kalian dan mempermudah mendapatkan jalan ke surga. Aamiin!”
Nah, Sobat yayuarundina.com, betapa sebuah benda kesayangan
bisa menjadi sebuah warisan yang bermanfaat. Rasanya kerja keras Apah dan Emih
untuk mendapatkan meja hitam kesayangan ini menjadi luar biasa nilainya. Aku
sendiri pun tak menyangka akan sebermanfaat ini. Sungguh, ini adalah sebuah
cermin pembelajaran untukku. Salah satu peran penting kita hidup di dunia ini
adalah bermanfaat untuk anak cucu. Mampu mewariskan sesuatu yang menjadikan
generasi berikutnya bisa lebih berkualitas. Bisa lebih kreatif.
Bisa menambah nilai benda-benda warisan. Tak hanya memperebutkan warisan
dengan nilai kosong atau bahkan nilai buruk. Pasea dan pecah kekeluargaan gara-gara warisan. No, warisan tak
sedangkal itu! Ada nilai dan makna lebih positif dari itu. Kewajiban generasi
muda untuk membuat warisan nenek moyang menjadi sangat berharga, sangat
bernilai, dan memberikan manfaat positif untuk keturunannya. Jangan sampai
warisan itu lenyap tanpa jejak! Kalian setuju?
Nah Sobat, sampai di sini dulu, ya perjumpaan kita kali ini
Sampai jumpa lagi di postingan berikutnya
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar