8/22/2021

Sejarah Bukan Milik Akademisi Saja

 

yayu arundina
Bimtek penulis sejarah


Halo, Sobat yayuarundina.com, tahukah kalian ada negara Belanda di kota Cimahi? Aneh kan? Ada sebuah negara di dalam sebuah kota. Namun, jika kamu pergi ke Ereveld Leuwigajah, keanehan itu akan terhapus. Ereveld Leuwigajah adalah sebuah pemakaman unik. Tempat ini berdampingan dengan pemakaman umum. Namun, Ereveld Leuwigajah termasuk wilayah negara Belanda. Sungguh sayang, kalau informasi seperti ini terkubur saja. Harusnya, sejarah penting ini diketahui oleh banyak orang. Karena sejarah bukan hanya milik akademisi.


BACA JUGA: JALAN-JALAN KE EREVELD LEUWIGAJAH CIMAHI


Konsep Sejarah Publik

Perkembangan zaman membuka peluang besar ke arah sana. Informasi tentang kesejarahan dapat disebarkan melalui berbagai media. Bisa disampaikan oleh banyak pihak yang tidak berlatar pendidikan sejarah dengan berbagai media. Blog, film, komunitas dan lain-lain. Kalian tertarik?

sejarah publik
ragam sejarah publik

Alangkah lebih bagus, jika sejarah lokal juga disampaikan oleh masyarakat yang ada di sekitarnya. Mereka tentu paham dengan informasinya. Mungkin banyak mitos yang akan menjadi bumbunya. Membuat banyak orang penasaran, seperti yang terjadi pada  Kolam Renang Berkleus. Sempat viral dalam liputan Jurnal Risa. Ada yang tahu informasinya?

Semua hal itu termasuk ranah Sejarah Publik. Semua orang boleh menyampaikan informasi sejarah sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Hal itu akan memberikan warna tersendiri. Informasi sejarah akan lebih beragam dan lebih menarik. Sejarah bukan hapalan. Ada film sejarah, cerpen sejarah, dan bentuk sajian informasi sejarah lainnya. Hal seperti ini tentu akan membuat masyarakat umum lebih paham dan lebih cinta sejarah.

Syarat Penulis Sejarah Publik

Bagi mereka yang memiliki minat di bidang kesejarahan dan hobi nulis tentu ini peluang bagus. Para blogger misalnya. Atau jurnalis seperti Rosihan Anwar. Para penulis skenario. Atau adakah diantara kalian yang juga ingin menjadi penulis sejarah publik? Semua bisa. 

Menjadi penulis sejarah publik mudah sekali syaratnya. Inilah beberapa arahan Pak Bondan untuk menjadi penulis sejarah publik. Pahami metode penulisan sejarah. Ini dia informasinya:

  • Biasakan mencari sumber asli, primer atau sekunder

  • Kritisi informasi-informasinya

  • Buatlah interpretasi terhadap informasi tersebut

Bagaimana Menulis Sejarah Publik?

Pada umumnya sama dengan penulisan lainnya. Hanya ada hal yang wajib diperhatikan agar tulisan tersebut benar-benar bernilai sejarah. Yang terpenting adalah metode penulisan sejarah. Hal lainnya seperti info berikut ini:

  • Tentukan tema penulisan

  • Cari sumber informasi dari lisan, dokumen, benda, media digital, audio visual, dan sebagainya.

  • Kritisi sumber-sumber tersebut

  • Buat dan susun interpretasinya

  • Buatlah tulisan sejarahnya

Apa saja yang Bisa Ditulis untuk Sejarah Publik?

Banyak hal yang bisa dijadikan ide untuk menulis sejarah publik. Selama hal tersebut merupakan aktivitas manusia dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjadi perubahan maka itulah sejarah. Sekarang, banyak tema yang bisa digarap. Sejarah bisa berkaitan dengan banyak bidang lainnya. Pendidikan, ekonomi, antropologi dan masih banyak tema atau masalah lainnya. 

Kalian juga bisa mengangkat sejarah lokal yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Ya, kalian pasti bisa! Sejarah lokal ini bisa terikat secara administratif. Bisa juga bernilai edukatif. Coba deh jalan-jalan di sekitar rumahmu. Di kotamu. Adakah warisan masa lalu? Tokoh, bangunan bersejarah, dongeng dan sebagainya.

Lakukan penelitian atau riset mulai dari sekarang. Kumpulkan informasi, fakta, foto, data-datanya. Dokumentasikan. Teliti perubahan-perubahan apa yang terjadi? Apa yang terjadi dengan manusianya? Gedungnya? Ada peristiwa-peristiwa menarik apa? 

Kumpulkan kebenaran-kebenaran tersebut. Lalu, lakukan perbandingan. Cari kepastiannya. Kalau sudah yakin benar. Tuliskanlah!

Nah, Sobat yayuarundina.com, menarik bukan menjadi penulis sejarah publik ini? Di daerahmu tersimpan sejarah? Yuk, jangan dibiarkan mati begitu saja! Tuliskan dan sebarkan pada dunia! Kalian setuju? Yuk, cap cus. 

Ikut Bimtek Penulis Sejarah yang diselenggarakan rutin oleh Kemdikbud Ri, khususnya bidang kebudayaan. Bertemu dengan narasumber yang hebat-hebat. Bikin kita makin cinta dan suka menulis sejarah.

Tahun ini, 2021, aku merupakan angkatan kedua. Kalian bisa menjadi angkatan-angkatan berikutnya dalam bimtek tahun depan.

Selamat mencari tema penulisan sejarah lokal.

Sampai jumpa di unggahan menarik lainnya.


8/17/2021

Recook Resep Chef Vindex Tengker: Roti Jadoel

 

Halo Sobat yayuarundina.com, kamu punya chef favorit? Suka nonton Master Chef? Suka kepoin media sosialnya para chef? Nah, kalau aku suka kepoin Instagramnya Chef Vindex Tengker. Setelah melihat beberapa aksi dan resepnya, aku jadi tertarik untuk ikut masak. Ada beberapa menu yang menurutku mudah diikuti. Salah satunya adalah roti. Jadilah Recook Resep Chef Vindex Tengker: Roti Jadoel.

Chef Vindex
Chef Vindex


Aku Membuat Roti Jadoel

Nah Sob, aku ingin sekali makan roti sama kopi. Hmmm… terbayang enak sampai ngacay. Namun, gak bisa langsung praktek ternyata. Butuh beberapa waktu untuk praktek. Kondisi PPKM gak membuatku untuk bisa bebas mencari bahannya.

Sambil nunggu PPKM agak reda, aku pun nonton resep-resep roti di You Tube. Kalau tidak salah resep Roti Turkey yang gak perlu pake oven. Ini juga mudah diikuti. Makin menggebulah aku untuk bikin roti sendiri.

Nah, begitu ada kesempatan, aku segera datang ke toko terdekat untuk membeli bahan roti. Wah, pastinya aku semangat dong ya. Melihat beberapa bahan roti mejeng cantik di rak-rak toko.

Hanya satu bahan yang tidak ada, yaitu pengembang atau ragi. Merasa ingin segera membuat roti, maka aku beberapa kali mengelilingi rak mencari ragi. Tak ada jua. Akhirnya, aku bertanya pada petugasnya. Dan, memang ragi tidak tersedia di sana.

Parahnya lagi, aku tuh gak tahu bentuk ragi seperti apa xixixi…. (kalian boleh ngakak). “Gak ada satu, gak masalahlah,” ujarku dalam hati. Setelah itu, akupun segera pulang membawa bahan yang ada.

Di rumah, aku langsung mencoba membuat roti dengan bahan yang ada. Aku membuat roti tanpa oven. Adonan roti yang sudah kubuat dipanggang hanya menggunakan Teflon. Tanpa makan waktu banyak, roti pun matang. Setelah hangat, aku menikmati membuat roti pertamaku ini. Hasilnya? Tanpa pengembang atau ragi, rotinya agak keras Saudara-saudara. Tapi masih bisa dimakan enak.

 Beberapa kali, aku membuat roti seperti itu dengan beberapa percobaan sendiri. Mengurangi air. Tambah mentega. Tambah susu. Bahkan, dalam satu percobaan, sampai lupa menambahkan garam. Terbayang dong rasanya seperti apa, ya Sob? Jadi inget, salah satu peserta Master Chef yang suka masak dengan percobaannya sendiri. Sayang, lupa namanya.

Roti Jadoel Gagal
Roti Jadoel ala Hotteok

 

Hotteok Ala Yayu Arundina

Entah percobaan ke berapa ya, aku merasa percaya diri dengan hasilnya. Maka, kuunggah ke instagram yu_nedaraos. Tidak lupa kumention Chef Vindex. Asyeknya Chef Vindex langsung respon loh. Waaah bahagianya.



Roti hasil percobaanku belum sempurna. Rasanya pas. Empuk. Hanya belum berkembang seperti roti dalam resep aslinya. Rotiku lebih mirip dengan Hotteok. Sobat yayuarundina.com, tahu kan dengan hotteok? Yup, jajanan dari Korea dong ya.

Dari Wikipedia, hotteok merupakan panekuk yang biasanya berisi pasta kacang. Kalau di Littlenona, ada yang asin. Ada juga yang manis. Diolah dengan cara digoreng. Dimakan ketika masih hangat, sehingga sering dijadikan kudapan musim dingin. Bahannya mirip dengan bahan untuk membuat roti. Ada juga yang menggunakan tepung ketan, bukan terigu.

Nah, karena hasilnya belum seperti roti sungguhan, maka aku bertanya pada Chef Vindex.

Woow, ternyata aku yang salah saudara-saudara. Maafkan, ya Chef! Semoga tidak merusak reputasi Chef, karena aku mencampur resepnya dengan yang lain. Terlebih lagi, bingung dengan bahan bernama ragi. Kirain sama dengan soda. Keduanya bisa digantikan atau subtitusi. Oh, no.

Asyiknya lagi, pengetahuanku tentang pembuatan roti ini menjadi bertambah karena ada penjelasan juga di Instagramku dari Food Blogger Dyah Prameswari. Asyeeek. Makasih ya,

Dyah prameswarie

Tips Sukses Masak  😄💖

Nah, Sobat yayuarundina.com, kalian ingin bisa masak dengan hasil maksimal atau sukses? Ini dia tips yang bisa kuberikan berdasarkan pengalaman coba-coba resep!

1.        ðŸ˜„💖 Cermati resepnya, baca teliti!

2.        ðŸ˜„💖 Siapkan bahan-bahan sesuai resep

3.     ðŸ˜„💖 Ikuti jumlah bahan masakan sesuai dengan resep. Kalau harus menambahkan air hangat 1 sendok makan, ya wajib 100%. Jangan menggantinya dengan air es!  Jangan pula menambah atau  mengungangi takarannya.

4.     ðŸ˜„💖 Ikuti tahapan-tahapan proses pembuatannya secermat mungkin.

5.   ðŸ˜„💖 Perhatikan petunjuk atau tips-tips penting. Hal-hal sepele atau kecil ini sering kita abaikan, sehingga hasil resep tidak bagus. Bahkan, gagal.

6.      😄💖 Perhatikan juga peralatan masak. Wajib higienis!

7.   ðŸ˜„💖  Lakukan kegiatan ini dengan senang hati! Gembira. Kalau aku masak dalam kondisi bete, hasil masakannya biasanya gak enak rasanya. Memang ada hubungannya, ya Chef? Atau sekedar mitos belaka?

Nah, Sobat yayuarundina.com, itulah pengalamanku mencoba untuk mempraktekkan sebuah resep dari chef favoritku. Recook Resep Chef Vindex. Tunggu aku melakukan percobaan eh mempraktekkan resep Roti Jadoel ini sesuai aslinya. Butuh mood bagus, waktu, modal, dan belanja bahan lagi.

Kalian mau mencoba juga? Aku sertakan resep aslinya dari Chef Vindex ya. Cara membuatnya intip di Instagramnya Chef Vindex aza ya.

Resep Roti Jadoel
Roti Jadoel ala Chef Vindex


Selamat masak-masak ya!

Selamat coba-coba resep untuk nambah skill!

Sampai jumpa di postingan berikutnya

 

 

Bahan:

110 ml air

3 gr       ragi

100 ml susu

40 gr gula

300 gr tepung protein tinggi

3 gr garam

30 gr butter

8/12/2021

Memori Masa Kecil: Hidup di Kampung Indonesia

 

gunung guntur
View Gunung Guntur
 Sumber garutnews.com


Halo Sobat yayuarundina.com, kalian percaya gak bahwa dari ngakak baca tulisan orang, bisa jadi ide tulisan? Ini benar-benar terjadi, Sob. Baru saja. Aku menghabiskan senjaku dengan blogwalking ke blognya KangStefanoRomano. Jadilah postingan terbaruku Memori Masa Kecil: Hidup di Kampung.

 

Baca Juga: https://soccamacha.blogspot.com/2020/06/karawang-my-indonesia-photo-series-3.html

 

Kampungku Indonesia

Inilah judul buku yang ditulis oleh Stefano Romano, fotografer asli dari negeri pizza.  Terbitan Mizan. Ada yang sudah membacanya?

 

Kampung dalam memori saya, sama persis dengan hasil jepretan Stefano di blognya. Kampung adalah tempat keluarga besar saya berkumpul setiap lebaran.

 

Pulang kampung berarti menikmati suasana yang berbeda dengan di kota. Menikmati kehidupan sederhana. Back to Nature. Kembali beradaptasi dengan alam.

 

Hidung menghitam setiap pagi karena lampu cempor yang digunakan untuk penerangan di malam hari.

 

Udara pagi yang segar setiap bangun pagi. Juga keindahan alam pesawahan di bawah kaki gunung Guntur. Rona mentari yang tersipu malu mewarnai suasana.

Suara riuh di hawu untuk menjamu orang kota. Makanan-makanan sederhana nan lezat menjadi santapan kami selama di desa. Tumis Picung menjadi makanan kesukaanku. Gak ada yang bisa masak seenak bibi atau uyut.

 

Yang kusuka dari hawu adalah kehangatan pagi hari untuk mengusir badan menggigil. Sideang sambil ngabubuy sampeu.

 

hawu
Hawu
Sumber Budaya indonesia.org

 Begitulah perputaran waktu berjalan dalam kehangatan keluarga dan keramahan orang kampung.

 

Kampung Membuatku Menangis

Hidup tak selamanya indah, setuju kan Sob? Ada beberapa hal yang membuatku menangis dan ingin segera pulang ke kota. Pengalaman Sang Fotografer saat salah duga adalah salah satunya.

 

Tak ada toilet bersih di dalam rumah. Kita harus berjalan agak jauh dari rumah untuk ke kamar mandi. Kamar mandi sederhana. Ditutupi beberapa helai karung goni. Hanya setengah badan. Tanpa pintu permanen. Kadang berupa papan atau karung goni lagi. Parahnya lagi, hanya menggunakan beberapa bilah papan atau gelondongan awi. Jelas membuatku sangat takut jatuh ke air.

 

Sanitasi lingkungan yang kurang baik  juga selalu jadi masalah. Kandang kambing, ayam dan rumah yang berdekatan jaraknya selalu menjadi masalah utama. Kalian bisa membayangkannya sendiri kan, Sob?

 

Kemiskinan juga membuatku menangis. Orang kampung sering mengeluh tak punya uang. Hasil pertanian atau kebun tak seindah yang diharapkan.

Salah satu faktor penyebabnya adalah akses jalan masuk yang sulit. Tak jarang ketika menuju kampung, kita akan menemukan jalanan berliku. Menanjak. Berlumpur. Tak ada kendaraan, kecuali ojek. Atau hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki berpuluh-puluh kilometer.

 

Apakah ini yang menyebabkan kampung semakin banyak hilang digerus zaman?

Apakah keindahan selalu tidak pernah didapatkan dengan mudah?

Jalan-jalan di Sawah

Lupakan kesedihan, mari kita bersenang-senang di kampung. Apakah bisa? Pasti bisa dong. Apalagi sekarang, orang sudah mulai membangun kawasan wisata di berbagai kampung. Desa CikasoKuningan, misalnya.

 

Suasana kampung yang menyenangkan seperti yang ada di memori saya, bisa jadi juga menjadi kenangan banyak orang. Oleh karena itu, orang berusaha menata kampung menjadi lebih baik.

 

Lebih menyenangkan sebagai tempat refreshing. Tempat melepaskan segala kepenatan dan rutinitas pekerjaan. Tempat untuk menikmati makanan-makanan sederhana, enak dan bergizi. Ingin ayam goreng kampung dengan sambal yang lekoh? Beuh.

Tempat yang menyenangkan untuk bermain di sawah kembali. Ada yang mau ikut?

 

Baca Juga: https://www.yayuarundina.com/2021/07/tips-jalan-jalan-dari-dedi-kartaji-ceo.html

 

Jalan-jalan di sawah adalah salah satu ciri khas kita berada di kampung. Dulu, hampir setiap pagi, kami beramai-ramai menyusuri sawah yang luas. Menikmati pemandangan alam. Hamparan sawah hijau bak permadani.

Menanti hasil panen yang melimpah. Kadang terbirit-birit, lari ketakutan karena ada ular sawah.

 

Sobat yayuarundina, kalian akan beruntung jika padi sudah berbuah. Dulu, ketika teman kuliah menikah di kampung halamannya, saya mengajak orang Malaysia menyusuri sawah. Reaksinya? Bahagia sekali.

 

“Tak ada sawah seperti ini di Malaysia,” ujarnya.

Tangannya penasaran menyentuh padi dan daunnya seperti seorang  pianis. Tiing… Srrrr….

“Coba deh ambil beberapa bulir padinya,” ujarku.

Dia terlihat ragu. Akupun mengambil sekitar lima bulir padi untuk kucicipi berdua. Aku menggigit bulir padiku. Dia meniruku.

“Hmmm…, manis. Enak,” ujarnya sambil melompat kegirangan.

 

Dia ketagihan. Spontan tangannya meraup lagi bulir padi yang mengingatkanku pada sebuah peribahasa. ”Seperti ilmu padi, makin berisi, semakin merunduk.”

Kenangan pelajaran Bahasa Indonesia di SD yang masih melekat sampai sekarang.

“Hati-hati, jangan terlalu banyak. Nanti, bibirmu gatal,” kataku mengingatkannya.

 

Botram, Ngurek dan Ngala Tutut

Itulah salah satu keasyikan bermain di sawah. Setelah lelah berjalan di pematang sawah, kami duduk di saung. Murak timbel. Makan siang ala kampung. Nasi pulen, ayam goreng, lalab, sambal dan tahu goreng. Nikmatnya luar biasa hasil masakan di hawu ini.

 

Selain itu, ketika di sawah, kami biasanya juga ngurek belut. Menangkap  belut. Selama berjalan di pematang, kami akan mencari lubang yang tersembunyi di antara tanaman padi. Pamanku yang sangat ahli membedakan lubang belut dan ular. Beliau juga yang biasanya ngurek. Menyiapkan tali yang sudah diberi umpan. Memasukannya dengan hati-hati ke lubang. Tunggu beberapa saat.

 

ngurek belut

Hap. Seekor belut besar atau kecil siap kami bawa pulang. Kami pulang dengan riang gembira, bila bisa membawa banyak belut. Mamaku yang jago mengolah binatang super licin ini menjadi goreng belut yang super enak.

 

Selain belut, kami juga biasanya ngala tutut. Tutut adalah sejenis keong yang ukurannya lebih kecil. Biasanya dianggap hama padi. Konon mengandung gizi yang sangat baik untuk anak-anak. Sumber protein yang murah- meriah kala itu.

 

Jika akan ngala tutut, sepupuku biasanya akan membawa gantar dengan bagian ujung yang sudah diikatkan sendok. Aku atau sepupu yang lain wajib membawa ember kecil. Tutut yang berserakan di sawah akan diambil dengan sendok. Lalu, dimasukkan ke ember.

 

Beberapa petak sawah kami telusuri agar bisa mendapatkan banyak tutut. Kalau sudah banyak, kembali mamaku yang jago mengolahnya jadi santapan lezat.

 

Sore hari atau keesokan harinya, para bocah akan berkumpul di teras Enin, untuk menikmati olahan tutut rame-rame. Siapkan tusuk gigi, say! Tutut dalam baskom segera diserbu para bocah dengan riang gembira. Kecrok. Kecrok. Suara khas makan tutut. Ada yang mau?

 

Nah Sob, seperti itulah pengalamanku hidup di kampung untuk beberapa saat. Momen indah yang tak terlupakan. Memori masa kecil: hidup di kampung yang masih terekam dengan baik.

Yuk ah, jalan-jalan lagi!

Jom!

Andiamo!

Salam sehat

Sampai jumpa di postingan berikutnya.

 

Kosa Kata Bahasa Sunda:

1.     Hawu = Kompor sederhana dari susunan bata merah. Kalau ingin permanen disemen. Kayu bakar menjadi sumber apinya.

2.     Sideang = duduk dekat hawu agar hangat

3.     Ngabubuy sampeu = cara masak singkong dengan memasukkannya ke dalam abu panas.

4.     Murak timbel = membuka timbel

5.     Ngurek belut = menangkap/ mancing  belut di sawah dengan menggunakan tali

6.     Ngala tutut = menangkap tutut

 

Sumber gambar

http://garutnews.com/pesona-gunung-guntur-garut-jawa-barat/gunung-guntur-10

https://id.pinterest.com/pin/74239093843317926/

https://budaya-indonesia.org/Hawu-Kompor-Tradisional-Sunda

 

 

 

Featured Post

Festival Cireundeu Cimahi: Maknyus, Icip-Icip Nasi Goreng Rasi

  Halo sobat yayuarundina.com – Kali ini, kita jalan-jalan tipis di dalam kota Cimahi. Tanpa disengaja muncul informasi acara Festival Cire...