Halo Sobat yayuarundina.com, masih betah dengan soal Pisa
Bahasa kan? Yuk kita masuk ke teks yang kedua berjudul Hadiah.
Selamat belajar
TEKS II
HADIAH
Wanita itu bertanya-tanya sudah
berapa hari dirinya duduk seperti ini, memandangi air keruh dan dingin merayap
menutupi tebing tanggul. Yang samar-samar diingatnya hanya mulainya hujan,
mengalir melintasi rawa dari arah selatan dan menghantam benteng rumahnya. Lalu
air sungai mulai naik, turun lagi secara perlahan dan akhirnya berhenti
sebentar untuk kemudian kembali seperti semula. Selama berjam-jam, air
membanjiri sungai-sungai kecil dan parit-parit dan menggenangi tempat rendah.
Di malam hari, ketika dia tidur, banjir telah menggenangi jalan dan
mengurungnya sehingga dia duduk sendirian, perahunya hanyut, rumahnya seperti
barang hanyut bertengger di tebing sungai. Bahkan sekarang air telah mencapai
papan penyangga rumah yang berlapis aspal. Dan air terus naik.
Sejauh yang dapat dia amati, ke
pucuk pepohonan di bantaran sungai di seberang, rawa itu seperti laut yang
sepi, terbasuh siraman hujan, sungai lenyap ditelan air banjir. Rumahnya yang
beralaskan perahu dibuat agar dapat dilayarkan tatkala banjir datang seperti
ini, tetapi sekarang rumahnya sudah lapuk. Mungkin papan-papan di bagian bawah
telah lapuk dan hanyut terbawa air. Mungkin juga tali penambat rumah ke pohon
oak akan putus dan membuatnya hanyut ke hilir, seperti perahunya.
Tak seorang pun yang dapat
menghampirinya. Dia dapat saja berteriak, tetapi tak akan ada artinya, tidak
akan ada yang mendengar. Di rawa, yang lain tengah berjuang untuk menyelamatkan
apa yang dapat diselamatkan, bahkan hidup mereka. Dia melihat sebuah rumah yang
hanyut, dia termenung mengingat pekuburan. Ketika melihat rumah itu dia merasa
bahwa dia tahu siapa pemiliknya. Melihatnya hanyut merupakan pemandangan yang
mengerikan, tetapi pemilik rumah itu pasti telah menyelamatkan diri ke dataran
yang lebih tinggi. Lalu, ketika hujan semakin lebat dan hari semakin gelap, dia
mendengar suara harimau kumbang dari hulu sungai.
Kini rumahnya seakan-akan
berguncang seperti sesuatu yang hidup. Dia kemudian mengulurkan tangannya untuk
menangkap lampu yang miring di meja tidurnya dan menjepitnya di antara kakinya
agar stabil. Dengan suara yang berderak-derak, rumah itu berusaha untuk keluar
dari lumpur, terapung bebas, terombang-ambing seperti gabus dan bergerak
perlahan-lahan terbawa arus sungai. Dia lalu mencengkram ujung tempat tidurnya.
Rumah itu bergerak-gerak sepanjang tali tambatan. Terjadi sentakan dan derak
kayu tua, lalu berhenti sesaat. Secara perlahan arus menghanyutkannya dan
membiarkan terombang-ambing lagi, menuju tempat yang lain. Dia menarik napas
dan duduk untuk beberapa lama merasakan ayunan yang bergerak perlahan. Gelap
merayapi hujan yang belum reda, dan, dengan kepala di atas tangan, dia tertidur
bersandar pada tempat tidur.
Malam harinya, suara jeritan
membangunkannya, suara itu begitu memilukan. Dia sudah berdiri sebelum
benar-benar terjaga. Dalam kegelapan kakinya tersandung tempat tidurnya
sendiri. Suara itu berasal dari luar, dari sungai. Dia dapat mendengar sesuatu
bergerak dan sesuatu yang besar mengeluarkan suara keras yang mengerikan. Bisa
jadi rumah lain. Lalu menabrak, dan bukan tabrakan dari depan tetapi menyerempet
sisi rumahnya. Ternyata hanya sebatang pohon. Dia mendengar dahan dan daun yang
hanyut ke hilir, meninggalkan hujan dan daerah banjir, terdengar terus-menerus
seperti menjadi bagian dari keheningan.. Sambil meringkuk di atas tempat tidur,
dia hampir tertidur lagi sampai terdengar lagi suara jeritan yang kali ini
begitu dekat seperti di dalam kamarnya. Dengan membelalakkan mata dalam
kegelapan, dia meraba-raba tempat tidurnya sampai tangannya memegang laras
senapan yang dingin. Kemudian dengan membungkukkan badannya di atas bantal, dia
memangku senapan di lututnya. “Siapa di sana” tanyanya.
Jawabannya hanyalah suara jeritan
yang berulang tetapi agak pelan, suara yang letih, dan diakhiri dengan
keheningan. Dia kembali ke tempat tidurnya. Apa pun yang ada di luar itu, dia
dapat mendengarnya bergerak di sekitar serambi. Papan berderak dan dia dapat
mengenali suara benda jatuh. Terdengar suara cakaran pada dinding seolah-olah
akan membuat jalan masuk. Sekarang dia tahu bendanya, yaitu seekor kucing
besar, yang ditinggalkan oleh pohon yang tumbang dan hanyut melewatinya. Kucing
besar itu datang bersama banjir, sebuah hadiah.
Tanpa disadari dia menekankan
tangannya ke wajah dan lehernya sendiri yang tegang. Senapannya bergetar di
atas lutut. Selama hidup dia belum pernah melihat harimau kumbang seperti ini.
Dia pernah mendengar cerita tentang harimau itu dari orang lain dan pernah
mendengar aumannya, seperti menderita, dari kejauhan. Harimau itu kembali
mencakari dinding, dan menderakkan jendela dekat pintu. Sepanjang dia dapat
mempertahankan jendela dan membiarkan harimau itu terkurung di luar antara
dinding dan di air, dia akan baik-baik saja. Di luar, binatang itu berhenti
menggaruk-garukkan cakarnya pada dinding lapuk. Sesekali, binatang itu hanya
mengeram dan merintih.
Tatkala akhirnya cahaya menembus
hujan, muncul seperti kegelapan lain, dia masih duduk di atas tempat tidurnya,
dingin dan kaku. Tangannya, yang biasa digunakan untuk mendayung, terasa sakit
karena terus memegang senapan. Dia tidak ingin bergerak karena takut
menimbulkan suara yang akan memberi kekuatan pada harimau itu. Terlihat kaku,
dia menggoyangkan badan seiring dengan gerakan rumah. Hujan belum reda juga
seolah-olah tidak akan berhenti. Akhirnya, dengan cahaya remang-remang, dia
dapat melihat banjir yang masih disirami hujan dan di kejauhan tampak ujung
pohon yang tenggelam. Harimau itu tidak lagi bergerak-gerak sekarang. Mungkin
sudah pergi. Dengan meletakkan senapan di sampingnya, dia turun dari tempat
tidur dan bergerak ke arah jendela tanpa membuat suara. Ternyata ia masih ada
di sana, meringkuk di ujung serambi, memandangi pohon oak yang masih hidup,
penambat rumah, seolah-olah menghitung peluangnya untuk melompat ke sebuah
dahan. Karena dia sekarang dapat melihatnya, harimau itu tidak tampak
menakutkan lagi, bulu kasarnya berlekatan seperti ranting-ranting, perutnya
kempis dan iganya menonjol. Mudah untuk menembaknya di tempat ia duduk, ekor
panjangnya bergerak-gerak. Dia bergerak mengambil senapan saat harimau itu
berbalik. Tanpa peringatan, tanpa peregangan otot, harimau itu melompati
jendela, memecahkan kacanya. Dia terhempas, menahan jeritan, lalu mengambil
senapan, dan menembakkannya ke jendela. Dia tidak dapat melihatnya lagi, tetapi
dia meleset. Binatang itu bergerak lagi. Dia dapat melihat kepala dan
punggungnya saat melewati jendela.
Menggigil, dia kembali ke tempat
tidurnya dan membaringkan diri. Suara hujan dan sungai yang membuai, serta
udara dingin yang menusuk, membatalkan niatnya. Dia hanya mengawasi jendela
sambil tetap memegang senapan. Setelah menunggu beberapa saat, dia lalu bangkit
untuk melihat. Harimau itu ternyata tertidur, dengan kepalanya berada di atas
kakinya, mirip seperti kucing rumah. Untuk pertama kalinya sejak hujan turun,
dia ingin menangis, menangisi dirinya, semua orang, dan semua yang terkena
banjir. Ketika dia berbaring kembali di tempat tidur, dia menarik selimutnya ke
atas pundaknya. Seharusnya dia ke luar saat jalan masih terbuka atau saat
perahunya belum hanyut. Saat dia bergerak mengikuti gerakan rumahnya yang
bergoyang, rasa sakit di perutnya mengingatkannya bahwa dia belum makan. Dia
tidak ingat sudah berapa lama dia tak makan. Seperti harimau itu, dia juga
merasa lapar. Lalu dia menyelinap ke dapur, dan membuat perapian dengan
beberapa batang kayu yang tersisa. Apabila banjir terus berlanjut, dia akan
membakar kursi, atau bahkan membakar meja sekalipun. Setelah mengambil sisa
daging asap dari langit-langit, dia memotong beberapa potong daging itu
tebal-tebal dan menaruhnya di penggorengan. Bau daging goreng itu membuatnya
pusing. Ada biskuit basi sisa yang dia masak dulu dan dapat dimakan sambil
minum kopi. Air pun berlimpah saat itu.
Ketika dia sedang memasak, dia
hampir melupakan harimau itu sampai terdengar lagi geramannya. Harimau itu
lapar juga. “Biarkan aku makan,” dia berkata, ” lalu aku akan mengurusmu.” Dia
tertawa mencibir. Ketika dia menggantungkan sisa daging itu, harimau itu
menggeram sehingga tangannya bergetar.
Setelah dia selesai makan, dia
kembali ke tempat tidurnya lagi dan mengambil senapan. Rumahnya sudah terangkat
begitu tinggi sehingga tidak lagi menggesek dasar tanggul ketika terayun
kembali dari sungai. Makanan telah membuatnya hangat. Dia sebenarnya dapat
mengusir harimau itu saat masih ada cahaya menembus hujan. Dia kemudian menyelinap
ke jendela. Harimau itu ternyata masih di sana, menggeram dan mulai berjalan di
serambi. Dia mengamati harimau itu untuk beberapa saat tanpa perasaan takut.
Kemudian, tanpa memperdulikan apa yang sedang dia lakukan, dia meletakkan
senapan di sampingnya dan kemudian berjalan dari ujung tempat tidur menuju
dapur. Ternyata di belakangnya harimau itu bergerak dengan marah. Di dapur dia
mengambil daging sisa dan berjalan lagi melalui lantai yang bergoyang menuju
jendela lalu melemparkan daging itu melalui kaca jendela yang pecah. Di luar
jendela, harimau lapar itu menyergap lalu menoleh kepadanya dengan tatapan
heran. Terkejut dengan apa yang telah dilakukannya, dia kembali ke tempat
tidur. Dia masih dapat mendengar suara harimau yang mencabik-cabik daging.
Rumahnya kembali berguncang-guncang.
Saat bangun, dia langsung
menyadari bahwa segalanya telah berubah. Hujan telah reda. Dia merasakan
gerakan rumahnya, tetapi banjir tidak lagi menggoyangnya. Melalui celah pintu
yang dibukanya, dia melihat dunia yang berbeda. Rumahnya berada di tepi tebing
sungai, di tempat yang biasanya. Beberapa meter di bawahnya, air sungai masih
mengalir dengan deras, tetapi tidak lagi menggenangi daerah antara rumahnya
dengan pohon oak. Dan harimau itu telah pergi. Berjalan meninggalkan serambi
menuju pohon Oak dan memasuki rawa, perlahan menghilang di ujung rawa dan
akhirnya tak terlihat. Dan di serambi tertinggal tulang-tulang putih yang
merupakan sisa daging itu.
5. Bahasa - Sosialisasi PISA Bahasa
Pertanyaan 5 / 26
BIN_2017_BINT02_02
Klik pada satu pilihan jawaban!
Bagaimanakah situasi wanita tersebut
pada awal cerita?
Dia terlalu lemah untuk keluar rumah karena
berhari-hari tidak makan.
Dia mempertahankan diri dari binatang liar.
Rumahnya telah dikelilingi air banjir.
Sungai yang banjir telah menghanyutkan
rumahnya.
6. Bahasa - Sosialisasi PISA Bahasa
Pertanyaan 6 / 26
BINT0206
Klik pada satu pilihan jawaban!
Ketika si Wanita berkata, "lalu
aku akan mengurusmu" (paragraf 10) dia ingin mengatakan bahwa dia
yakin kalau harimau kumbang tersebut tidak
akan menyakitinya
mencoba menakut-nakuti harimau kumbang
akan menembak harimau kumbang tersebut
akan memberi makanan kepada harimau kumbang
7. Bahasa - Sosialisasi PISA Bahasa
Pertanyaan 7 / 26
BINT0207
Ketik jawabanmu!
Apakah menurutmu kalimat terakhir dalam
cerita "Hadiah" tersebut merupakan bagian akhir yang tepat?
Jelaskan jawaban kamu, dengan
menunjukkan pemahamanmu terhadap hubungan kalimat terakhir dengan makna cerita.
8. Bahasa - Sosialisasi PISA Bahasa
Pertanyaan 8 / 26
BIN_2017_BINT02_04
Klik pada
satu pilihan jawaban!
“Dengan suara yang berderak-derak, rumah itu
berusaha untuk keluar …” (Paragraf 4)
Apa yang terjadi dengan rumah pada bagian cerita
ini?
A. Ambruk sebagian
B. Mulai mengapung
C. Menabrak pohon oak
D. Tenggelam ke dasar sungai
9. Bahasa - Sosialisasi PISA Bahasa
Pertanyaan 9 / 26
BIN_2017_BINT02_03
Ketik jawabanmu!
Berikut ini adalah beberapa kutipan
mengenai harimau kumbang dalam cerita.
“jeritan membangunkannya, suara itu
begitu memilukan.”
“Jawabannya hanyalah suara jeritan yang
berulang, tetapi agak pelan, suara yang letih…”
“Dan pernah mendengar aumannya, seperti
menderita, dari kejauhan.”
Dengan mengamati kejadian pada sisa cerita,
menurut pendapatmu apa alasan penulis menggunakan deskripsi seperti ini ketika
mulai bercerita tentang harimau kumbang?
10. Bahasa - Sosialisasi PISA Bahasa
Pertanyaan 10 / 26
BINT0205
Ketik jawabanmu!
Menurut cerita itu, apa alasan si wanita
memberi makan harimau kumbang tersebut?
11. Bahasa - Sosialisasi PISA Bahasa
Pertanyaan 11 / 26
BIN_2017_BINT02_01
Berikut ini adalah bagian percakapan
antara dua orang yang membaca "Hadiah":
|
|
Tuliskan bukti dari teks bahwa pandangan
kedua orang di atas dapat dibuktikan kebenarannya.
Orang Pertama:
Orang Kedua:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar