7/06/2017

MAKNA MUDIK

             
Perjalanan Mudik
               Dulu, saya sempat terheran-heran dan juga mencibir atau iri mungkin. Whateverlah.
“Ngapain orang-orang itu susah-susah pulang kampung. Ngabisin duit. Bawa banyak barang. Membahayakan diri dan orang lain. De el el.”
Langgar
  Yup, sebagai pelaku penunggu kota memang takkan terpikir wajibnya atau asyiknya mudik. Baru berubah pikiran ketika mengalaminya sendiri. Ternyata, orang berani menempuh berbagai macam resiko, berjejal-jejal, mengarungi kemacetan dan sebagainya itu demi sebuah makna hidup yang sangat dalam. Takkan tergantikan oleh apapun juga.
Jalan beraspal menuju kebun
Di Indonesia, mudik memang menjadi budaya khusus menjelang lebaran atau Idul Fitri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V, mudik itu berarti pulang kampung. Berita yang khas setiap tahun di semua stasiun televisi. Diwarnai pula dengan kondisi jalan dari H minus sekian. Berita paling trend adalah puncak arus mudik dan puncak arus balik. Seru deh.
Salah satu keunikan di kampung
Awalnya, saya berpikir mudik itu untuk menyombongkan diri pada orang sekampung. “Nih, aku udah sukses hidup di kota.” Berbagai atribut kesuksesan itu menjadi barang wajib yang tak boleh ditinggalkan. Mobil. Uang. Emas. Dan sebagainyalah. Bikin ngiri warga sekampung atau tetangga kampung. Ujung-ujungnya di akhir lebaran, orang-orang desa itu berbondong-bondong pergi ke kota dengan harapan besar akan kesuksesan yang sama atau lebih dari orang tersebut. (Ow… ow… ow. Bahaya nih)
Semakin banyak kearifan yang muncul, mendengar banyak cerita mudik, banyak ngobrol dan diskusi dengan para pelaku mudik, akhirnya saya menemukan jawabannya. Apa sih makna mudik itu :
1.       Silaturahmi
Inilah makna utama mudik. Menjaga tali persahabatan dan persaudaraan. Lebaran memang waktu yang tepat untuk bertemu dan berkumpul besama dengan keluarga. Bahkan keluarga besar. Bahkan, ada lho yang menuliskan silsilah keluarganya secara lengkap, seperti dalam buku-buku sejarah. Mudik menjadikan tali persaudaraan itu takkan putus.



2.       Belajar Berbagi
Ini yang khas dari acara mudik. Para pemudik biasanya akan membawakan sesuatu untuk orang di kampungnya. Apakah amplop, oleh-oleh, baju dan lain sebagainya. Mereka akan berbagi rejeki dan juga kebahagiaannya dengan saudara-saudaranya di kampung. Sebaliknya, orang kampung akan memberikan oleh-oleh pula saat orang-orang itu kembali ke kota. Hasil panen atau hasil kebun, tanaman, kue-kue khas kampung dan masih banyak lagi. Simbiosis mutualisme.

3.       Ingat Jati Diri
Pulang kampung berarti juga kita akan kembali pada titik nadir. Kembali kepada siapa diri kita sebenarnya. Bagaimana kita dulu ? Anak siapakah kita ? Jadi, seandainya hidup kita mengalami kesuksesan maka, pulang kampung bisa meredam kesombongan diri. Kita bukanlah siapa-siapa.

4.       Motivasi Hidup
Inilah salah satu pemacu kesuksesan hidup kita di kota. Mungkin awalnya, kita melihat orang tua, keluarga sendiri hidup dalam kemiskinan. Kita bertekad untuk mengubah kondisi tersebut. Ribuan kegagalan yang dialami, akan tetap dilakoni demi sebuah perubahan. Kita harus bisa mencapai keberhasilan hidup. Kita harus mampu menolong saudara-saudara kita yang belum beruntung.

5.       Belajar Bersosialisasi
Mudik berarti siap menghadapi orang banyak. Jika di daerah terpencil, orang yang datang ke kampung biasanya akan mendapat sambutan luar biasa. Di kampung, orang biasanya masih memiliki rasa kepedulian. Orang akan mendatangi kita, apalagi saudara. Sekedar mendengar cerita atau berharap mendapatkan oleh-olehnya. Kita belajar untuk bersosialisasi. Mengenal banyak orang, baik anggota lama atau baru.

6.       Belajar Bersabar
Bersabar boleh jadi menjadi ujian tersendiri dalam melakoni acara mudik. Bersabar menghadapi antrian panjang kendaraan saat mudik. Bersabar menghadapi kebiasaan yang berbeda dengan kebiasaan diri kita. Bersabar dengan berbagai macam karakter orang. Danmasih banyak lagi peristiwa yang menuntut kita untuk mengedepankan karakter ini.
7.       Belajar Menata Diri dan Keluarga
Bagaimanapun mudik membutuhkan sebuah perencanaan yang matang. Banyak hal yang harus dipikirkan jauh-jauh hari sebelumnya. Keuangan. Perbekalan. Kesehatan. Kendaraan. Bla. Bla. Bla. Untuk itu, kita harus belajar menata diri dan keluarga. Jangan sampai demi mudik, diri kita dan keluarga terlantar atau sengsara ! (Oh, no)

8.       Belajar Mengendalikan Emosi
Apa jadinya, jika kita bertengkar saat mudik ? Tiba-tiba saja kendaraan kita ditabrak mobil lain. Kemacetan seringkali memancing emosi tinggi. Inginnya marah-marah terus. Kesal. Apa akibatnya, jika kita tak bisa mengendalikan diri dan emosi kita ? Ah, pastinya, kita tak ingin hal-hal buruk itu terjadi, yak an ?

9.       Belajar Bersimpati dan Berempati
Saat dalam perjalanan atau saat di kampung sikap ini perlu kita kembangkan. Bagaimana menghadapi saudara kita yang hidupnya masih susah ? Bagaimana menghadapi keluarga yang sedang ditimpa musibah ? Hidup itu ada suka dukanya. Tak selalu berwarna indah. Saat bahagia, kita bersyukur. Saat berduka, kita tegar. Saat tetangga atau saudara bersusah hati, kita bantu sebisanya.  Bersimpati dan berempati adalah obat mujarab untuk menguatkan mereka.

10.   Memahami dan Menikmati Kebersamaan
Yang khas saat mudik adalah kebersamaan. Kebersamaan dengan orang tua, keluarga inti, keluarga besar, juga tetangga sekampung. Sebagai makhluk sosial, mereka adalah bagian dalam perjalanan hidup kita. Aneh rasanya, kalau kita menyendiri di saat-saat seperti ini. Bukankah kita bisa lebih berbahagia dengan cara tertawa bersama, berbagi cerita, berbagi informasi, bercanda, atau menikmati makanan bersama-sama ? Kalau saya sih setujuh. (yes, yah)


                Nah, itulah beberapa makna mudik yang saya dapatkan dari perjalanan ke kampung tahun ini. Semoga makna ini juga menjadi bagian dari para pemudik lainnya. Tak ada kata terlambat untuk memulai perjalanan mudik. Tak ada kata terlambat untuk memaknai mudik. Selamat menikmati sebuah perjalanan ! Selamat bersenang-senang ! Sampai jumpa di lebaran tahun depan !

9 komentar:

  1. Pulang kampung itu ngangeni ya mbak.... Dan setuju, mengingatkan kita pada jati diri, pada asal muasal. Menegur juga kalau kita kadang lupa pada asal :) duh, jadi pengen pulang....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup betul sekali mbakemanuella. Saya juga jadi ketagihan mudik hehehe... Apalagi bisa melihat keindahan alam yang luar biasa indah, udara segar

      Hapus
    2. Sayangnya kampung aku dkt ... jadi mudiknya nggak berasa..:)

      Hapus
    3. Keliling pulau jawa aza biar jauh 😄

      Hapus
  2. Balasan
    1. sama teh. Seringnya jadi penjaga kota hehehe... baru sekarang ikut dengan adik mudik. Hayuk teh Ida cari tebengan mudik, biar seru hehehe...

      Hapus
    2. sama teh. Seringnya jadi penjaga kota hehehe... baru sekarang ikut dengan adik mudik. Hayuk teh Ida cari tebengan mudik, biar seru hehehe...

      Hapus
  3. dari kecil saya jarang mudik, secara aseli Bandung wkwk jd belum ngerasain rasanya mudik nih

    BalasHapus

Featured Post

Festival Cireundeu Cimahi: Maknyus, Icip-Icip Nasi Goreng Rasi

  Halo sobat yayuarundina.com – Kali ini, kita jalan-jalan tipis di dalam kota Cimahi. Tanpa disengaja muncul informasi acara Festival Cire...