8/21/2016

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA
Ahay, tak terasa negeriku ini sudah beranjak tua, 71 tahun. Namun, jika dibandingkan dengan negara lain atau sebuah kota yang sudah mencapai angka ratusan, tentu usia itu masih tergolong sangat muda. Belum apa-apa.
MERAH PUTIH
            Bagi Ibu pertiwi, bulan Agustus menjadi momentum penting dalam sejarah. 17 Agustus, merupakan hari melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Saatnya memproklamasikan kemerdekaan. Tepat pukul 10 pagi sirine bergema. Suatu bentuk syukur tak terhingga lepas dari cengkraman penjajah setelah dibelenggu ratusan tahun. Merdeka !

BENDERAKU, NEGERIKU

BENDERA DAN LENGSER

            Hari itu disambut dengan penuh suka cita oleh semua anak bangsa. Jauh-jauh hari, mereka telah mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Merayakannya. Meramaikannya. Merah putih berkibar dimana-mana. Menyemarakkan kota dengan pancaran warnanya.
MERAH PUTIH
Seperti halnya momen lebaran, di waktu ini, banyak perantau yang sengaja pulang kembali ke kampung halamannya. Sengaja datang untuk menikmati kemeriahan kemerdekaan bersama keluarga. Menikmati berbagai macam acara yang diadakan oleh desanya. Mengikuti aneka perlombaan unik. Balap karung, balap kelereng, makan kerupuk, makan jeruk beroli, bakiak, panjat pinang dan sebagainya. Memperebutkan hadiah-hadiah menarik, unik bahkan juga bernilai tinggi.
Salah satu desa yang bisa dikunjungi untuk melihat dan menikmati kemeriahan hari Proklamasi itu adalah Desa Tagog Apu dan Campaka Mekar di wilayah Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Daerah ini terletak sekitar satu jam perjalanan dari Cimahi menuju arah Purwakarta. ( jika tak macet, lho )
Pada tanggal 17 Agustus, kedua desa yang terletak saling berhadapan itu sudah bergeliat sejak pagi hari. Dalam keheningan subuh, banyak warga desa yang berias. Siap menyuguhkan atraksi yang menarik. Sebuah tontonan murah meriah, menghibur dan bernilai seni serta sarat makna.
Sekitar pukul setengah tujuh, warga lainnya sudah H2C, harap-harap cemas dalam penantian. Akankah mereka datang dan beraksi ? Jalanan dan suara khas menjadi pusat perhatian utama pagi itu.
Tiba-tiba, sekitar pukul tujuh, yang ditunggu-tunggupun muncul. Berbagai warna, suara dan keramaian memecah kesunyian. Jalanan mendadak ramai. Orang-orang berhamburan keluar rumah. Berbaris rapi di sepanjang jalan. Mempersiapkan kamera atau ponsel untuk mengabadikan momen.
PENONTON SETIA

TAK SABAR MENANTI
Pencak Silat
Pengantin
Dari kejauhan tampak barisan panjang mewarnai jalan desa. Merah putih berkibar gagah. Aneka tetabuhan turut meramaikan suasana. Para peserta memakai aneka pakaian yang unik. Barongsai pun ikut menari-nari. Warga pun berseri-seri. Yang ditunggu-tunggu telah datang. Klik. Klik. Klik. Ratusan jepretan kamera menangkap momen. Atraksi, aksi, selfie, ekspresi.
BARISAN YANG DITUNGGU-TUNGGU
BARISAN ANAK-ANAK
BADUT
BARONGSAY
Wayang
Yang menarik dari pawai atau parade di Tagog Apu tersebut adalah adanya pepaduan aneka budaya. Menyatu menjadi sebuah pertunjukkan yang menarik. Atraksi pencak silat. Kuda lumping. Barongsai. Aksi individu. Kendaraan hias. Aneka alat musik tradisional pun tak mau ketinggalan. Gong, saron, terompet, kendang, bedug, ikut meramaikan acara. Perayaan 17 Agustusan itu menjadi sesuatu yang menarik. Berkesan dan sayang kalau tak diabadikan.
GAMELAN

DRUM
BEDUG
LODONG
Perayaan kemerdekaan itu menjadi sesuatu yang bermakna. Benar-benar merdeka. Merdeka dalam berkreasi, berinovasi dan berekspresi. Benar-benar kreatif !
MOBIL HIAS

MOBIL HIAS

MOBIL HIAS
Oh, ya, jika ingin datang, lebih baik dari pagi. Jangan siang-siang ! Waktu antara jam 10 sampai dzuhur atau sekitar pukul 13 siang pasti macet total. Parade panjang masih berlangsung untuk momen kedua. Setelah mengikuti upacara 17 Agustus. Ok deh. See You next year !


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Dua Puisiku di Bulan September

                                                                                    Peristiwa Sumber Inspirasi                              ...