Ada
yang tidak suka nonton film ? Mungkin hanya sedikit, ya. Yang suka nonton film
seringkali dihadapkan pada dilema kronis. Pengen nonton tapi bahayanya gede !
Apalagi, kalau nonton bersama anak kecil. Betul tidak ?
Ya, betul juga sih. Perkembangan
zaman dan perkembangan film sekarang memang luar biasa. Saya rasa sekarang ini,
seni untuk seni lebih diutamakan daripada nilai didaktis. Nilai komersil
menjadi pelengkapnya. Akibatnya, dilema itulah yang terjadi.
Tapi, kita tak perlu risau dan galau
begitu. Ayo
BUDAYAKAN SENSOR MANDIRI ! Dengan hal tersebut, kita bisa aman,
enjoy, tak perlu khawatir, dan takkan dilema lagi. Budaya sensor mandiri
berarti kita akan menyeleksi film-film yang layak masuk dalam daftar tontonan
kita. Film yang sesuai, itulah yang kita tonton.
Sesuai dengan keragaman manusia,
maka film-film itupun akan beragam pula. Ada yang religius, didaktis,
percintaan dan sebagainya. Seribu manusia, seribu juga film yang lahir. Bisa jadi
lebih dari itu. Ada yang sehati dengan kita, ada juga yang tidak. Beda budaya. Beda
nilai-nilai yang dianutnya. Beda aspek sudut pandang. Dengan Budaya Sensor
Mandiri, kita tidak akan menghindari semua film itu. Atau dengan kata lain
membunuh kesukaan kita dalam menonton film. Kita tinggal memilih film-film yang
cocok untuk ditonton. Kita bisa menghindarkan diri dari bahaya-bahaya yang
mungkin terjadi. Sederhana, bukan ?
Dengan Budaya Sensor Mandiri, berarti kita telah menjadi apresiator film
yang baik. Kita telah menghargai karya-karya yang lahir dari kreativitas dan
kerja keras, bahkan pengorbanan. Selain menghargai film tersebut, yang paling
utama dari nilai apresiasi adalah manfaat. Pelajaran hidup untuk kita. Inilah
kekayaan tersembunyi dari karya seni. Kita bisa belajar banyak dari cerita film
tersebut, apalagi, jika cerita itu berupa kisah nyata. Hebat, kan ? Dengan
Budaya Sensor Mandiri, kita bisa bersenang-senang sekaligus mendapatkan harta
karun yang tak ternilai harganya.
Bagaimana kita bisa menciptakan Budaya Sensor Mandiri ? Pertama-tama,
tentu saja, kita wajib mencari informasi tentang film tersebut. Hal ini bisa
kita lakukan dengan berbagai cara. Membaca review film. Review ini juga sama
artinya dengan istilah resensi film. Review ini bisa kita dapatkan dari blog,
majalah, koran, tayangan televisi dan lain sebagainya. Bisa juga dari cerita
teman-teman yang sudah melihatnya. Cara lainnya adalah dengan melihat cuplikan
filmnya atau mencari pendapat para pengamat film. Banyak jalan menuju Roma.
Demikian pula dengan informasi sebuah film. Dengan berbekal informasi tersebut,
kita bisa mendapatkan pilihan yang terbaik. Mana film yang layak dan tidak
layak kita tonton. Kini, tiba saatnya bagi kita untuk menjatuhkan pilihan. Ayo
sensor mandiri !
Berbicara tentang Budaya Sensor
Mandiri ini, ingatan saya jadi melayang kembali ke masa lalu. Masa-masa kuliah.
Ada materi yang erat kaitannya dengan hal ini, yaitu: apresiasi sastra. Ada
tiga tahapan apresiasi. Tahapan yang pertama dan dangkal adalah apresiasi yang
bersumber dari emosi semata. Kalau kamu marah-marah pada pemerannya, bisa jadi
wilayah apresiasimu ada di sini. Atau meniru sang tokoh secara membabi buta.
Tahapan berikutnya yang lebih berisi adalah apresiasi yang bersumber dan
diperkaya dengan teori. Unsur intrinsik salah satunya. Kita mengapresiasi
sebuah karya sastra dengan tinjauan teori-teori tersebut. Apa kekuatan temanya
? Bagaimana karakternya ? Bagaimana gambaran latarnya ? Dan sebagainya. Bisa jadi, apresiator ini, dulunya adalah
juara kelas hehehe…. Terakhir, tahapan apresiasi yang tertinggi adalah jika
kita telah berhasil mendapatkan pelajaran berharga dari sebuah karya sastra.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, sebuah karya sastra (seni) memiliki harta
terpendam yang sangat bernilai tinggi. Mampu menjadikan kita sebagai orang kaya
baru. Kaya akan pengalaman hidup. Kaya akan pengalaman batin. Kaya dengan
hikmah-hikmah dari ratusan cerita yang telah kita baca atau tonton. Apakah kita
ingin mencapai tahapan tertinggi tersebut ?
Budaya Sensor Mandiri menjadi jalan
ke arah tersebut. Kita menonton film bukan sekedar mencari sesuatu yang sepele,
tapi ingin mendapatkan nilai-nilai berharga tadi. Harta karun dalam film.
Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampai. Semoga dengan Budaya Sensor
Mandiri, makin banyak film-film berkualitas yang lahir !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar