“Belum
banyak orang yang mengetahui konflik batin Kartini”
(Lukman
Sardi)
Mungkin sayalah salah satunya. Kalau kamu ? Selama ini -yang saya tahu ialah- Kartini itu seorang tokoh emansipasi wanita. Seorang anak ningrat yang mendirikan sekolah untuk perempuan. Seorang wanita bangsawan yang ingin memajukan kaum perempuan. Aktif memperjuangkan cita-citanya seperti para pejuang yang rela berkorban untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Yang setuju ngaaacuuung, ya !
SINOPSIS FILM
Adegan diawali dengan tokoh Sarwadhi yang menjadi tukang
pos (baru). Dengan riang ia
berkeliling mengantarkan surat pada para pemiliknya. Keluarga Belanda dan Ndoro
Kartini.
Sebagai duda dengan seorang anak perempuan, tukang pos ini
pada akhirnya secara diam-diam jatuh cinta pada penerima surat yang bukan orang
biasa itu. Perbedaan nasib dan status menjadi penghalang. Cintanya tak mungkin
berbalas. Namun, rasa cinta tak bisa dipenjarakan
begitu saja. Jatuh cinta juga tak mengenal strata, betul ? Kalau Sarwadhi
jatuh cinta pada ningrat, ya begitulah cinta. Tingkahnya yang kumincir, bikin aduh deh ! Heeehhh…
greget bangets. Sebagai salah satu usaha, ia mengubah namanya. Sarwadhi Putra Raja Langit. Namun, saat
mendapat saingan berat, apa yang terjadi ?
REVIEW FILM
Film
ini memang tidak secara jelas menampilkan Kartini sebagai sosok pahlawan. Penonton kecewa ? Humanisme. Sarwadhi
-diperankan Chico Jerrico- dengan segala tingkah kumincirnya itulah yang menurut saya mendapatkan porsi utama dalam
cerita. Pikiran dan usaha kecil Kartini dalam memberikan pendidikan kepada
perempuan Jawa hanya sebagai bumbu penyedap atau bumbu pelengkap. Komplit dan
sepaket dengan kondisi masyarakat pada zaman itu. Bahkan mungkin saja menjadi
modus bagi tukang pos Sarwadhi untuk lebih dekat dengan Sang Pujaan Hati. Ndoro Kartini.
ADA adegan YANG MEMBUAT SAYA MIRIS BIN NANO-NANO…
ORANG PRIBUMI TAK
BOLEH MEMASUKI TEMPAT REKREASI INI !
HELOOO… INI TANAH KAMI, menir. PANTAI KAMI GITU LHO ! KAMI
MPUNYAAA.
Aaaggghhh… untung sudah merdeka. Alhamdulillah !
Mengutip pelajaran dari suhu,
Agus Safari dan Garin Nugroho. Inilah yang disebut dengan pintu-pintu dalam
sebuah rumah. Film ini merupakan sebuah penafsiran bebas dan dipadu imajinasi dari
sebuah pintu sosok pahlawan Kartini.
POTRET PEREMPUAN
Kembali pada kegalauan
Kartini tadi. Dalam film ini kita bisa melihat banyak sekali potret perempuan
Indonesia (Jawa, khususnya).
Wah
pleonasme dan hiperbola, ya ! Tapi itu fakta, lho ! (meren ketang da sayah
belon lahir tahun-tahun itu mah hehehe…)
Berdasarkan sejarah dan juga
tafsiran Armijn Pane dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, kondisi perempuan
saat itu memang sangat memprihatinkan. Sakitnya tuh di sini !
Seorang Ibu dan Istri dikatakan
berhasil saat patuh, setia, dan taat pada suami.
Perempuan Jawa tidak perlu pandai, tapi
harus menerima nasib.
Nasib anak gadis Jawa
ialah menurut saja. Tiada boleh mempunyai kemauan. Cuma satu tujuan
hidupnya ialah menikah dengan orang yang
tak dikenalnya.
Anak gadis tidak boleh
melakukan hak jika hak laki-laki tersinggung.
Anak perempuan lebih
rendah derajatnya dari laki-laki.
Tafsiran Armijn Pane itu
membuat otak saya dipenuhi Lampu Edison jutaan watt dan otak Einstein. Tafsiran
itu mengurai ketidaktahuan saya tadi tentang konflik batin yang dialami oleh
sosok pahlawan wanita, Ibu Kita Kartini.
Bisakah kalian membayangkan
hal yang terjadi pada seseorang yang berpikiran maju dan terbuka, tetapi
berbenturan dengan kondisi kolot yang sangat kental ? Keluarga Kartini merupakan
keluarga yang berpikiran maju. Oleh Nenek buyutnya - Bupati Demak, Pangeran
Ario Tjondronegoro - mereka diberikan
pendidikan barat yang dinilainya lebih baik dan lebih maju daripada masyarakat
saat itu. Banyak hal yang terjadi. Banyak perubahan. Banyak pemikiran baru.
Banyak pula hal yang membuat Kartini berpikir untuk membuat sebuah perubahan
besar, khususnya untuk kaum perempuan bangsanya.
“Anak-anakku, jika tidak
mendapat pelajaran, engkau tiada akan mendapat kesenangan. Turunan kita akan
mundur. Ingatlah !”
Kartini melihat betapa
perihnya nasib perempuan saat itu. Beliau terutama melihat keterbatasan akses
pendidikan bagi kaum perempuan. Termasuk juga pada dirinya. Di saat sepupu
laki-lakinya menerima pendidikan setinggi-tingginya, dirinya harus menerima
nasib menjalani masa pingitan. Ini adalah sebuah keharusan bagi kaum perempuan
pada saat itu. Pada usia 12 tahun, beliau harus menutup diri dari dunia luar,
dari kebebasannya menerima pendidikan (bersekolah). Harus siap menerima takdir
menjadi Raden Ayu.
Saat kesepian, pada masa
menjalani pingitan ini, waktunya dihabiskan untuk membaca buku-buku berbahasa
Belanda dan melakukan surat- menyurat dengan teman-temannya orang Belanda. Dalam surat-surat inilah dia
banyak menyampaikan pemikiran-pemikirannya.
Pertemuannya dengan Mr
Abendanon memperbanyak cita-citanya. Sekolah ke Belanda. Sekolah bidan. Dan
Sekolah Guru di Betawi. Namun, tak satupun yang terlaksana. Mr Abendanon
menasehati Kartini agar tak sekolah ke Belanda, karena akan menghambat
pendirian sekolah perempuan. Sekolah guru juga gagal, karena Kartini harus
menikah. Betapa berat tantangan zaman yang dihadapinya saat itu.
Kartini menjadi perintis
jalan untuk merombak adat istiadat yang memberikan hak kepada anak laki-laki
dan tiada sedikit juga kepada anak perempuan. , apalagi dia keturunan bangsawan
yang berkewajiban memimpin. Dia berpikir untuk memulai langkahnya tersebut pada
anaknya sendiri, tapi maut kembali menutup cita-cita mulia itu untuk
selama-lamanya. Saya menafsirkan anak Sarwadhi, tukang pos itulah yang pada
akhirnya mewujudkan semua pemikiran, perjuangan dan cita-cita Kartini. Dalam
kehidupan nyata, Raden Dewi Sartikalah yang kemudian lebih nyata mewujudkan
pendidikan untuk kaum perempuan.
Setiap perempuan memang
selalu dihadapkan pada takdir dan nasib masing-masing. Kaum perempuan memiliki
tantangan hidup pada setiap zaman yang dilaluinya. Jadi, sudah berakhirkah
perjuangan Kartini kini ?
Perjuangannya lanjut teteh
BalasHapusyuk mari-mari. semangat ! merdeka ! hehehe...
HapusBaca review film ini makin kepengin nonton filmnya, Mbak Yayu ^_^
BalasHapussok atuh enggal nonton. harus cari layar sendiri tapinya hehehe....
Hapusaaahhh aku suka pelem ini maak
BalasHapusbikin ketawa, seruu sejarah kartini yang dikemas secara modern dan dirasakan oleh anak tk sampai dewasa
liatin yg lg kumincir yah teh Nchie Hanie hehehe...
Hapus