Pemutaran film I am Hope yang sedang ngetrend
belakangan ini menjadi motivasi khusus untukku membuat tulisan ini. Entahlah,
jari-jemariku seperti terkena magnet kuat untuk menekan huruf-huruf di
keyboard. Merangkai kata menjadi cerita. Mengurai kenangan dalam rasa rindu
yang tengah kurasakan.
Selama
kurang lebih dua tahun, mamahku menjadi survivor penyakit ganas tersebut.
Sekitar Juni 2013, beliau merasakan sakit perut. Bolak balik ke belakang dengan
pengeluaran yang sedikit. Sehari sampai 17 kali. Namun, bab-nya sedikit dan
kecil-kecil disertai pendarahan. Ketika memeriksakan diri ke dokter, mamah
dinyatakan ambeyen. “Penyakit lama kambuh kembali,” pikirku saat itu.
Setelah
diobati ternyata tidak ada kesembuhan. Dulu, ketika ambeyen, setelah berobat
akan kembali normal. Hingga kurang lebih empat bulan, gejala yang sama masih
kerap terjadi. Mamahku sempat berkeinginan untuk mencoba berobat alternatif.
Saat itu, kebetulan ada seorang temanku yang sedang sakit ambeyen dan menjalani
pengobatan alternatif tersebut. Beliau menyarankan untuk memeriksakan mamah ke
dokter penyakit dalam terlebih dahulu. Kita harus yakin bahwa penyakit yang
dideritanya memang betul ambeyen. Jika sudah yakin dan benar, barulah menjalani
pengobatan alternatif seperti beliau.
Dengan
bekal tersebut, saya kemudian membujuk mamah untuk memeriksakan diri ke dokter
penyakit dalam. Beliau menolak keras. Beliau ingin tetap mengikuti pengobatan
alternatif. “Aneh, tak biasanya beliau seperti itu,” kataku dalam hati. Akhirnya,
setelah dibujuk adikku, belaiu mau juga dibawa berobat ke dokter penyakit
dalam.
Pada
Sabtu malam di bulan Oktober, kami menyusuri kegelapan malam demi ibunda
tercinta. Jalanan padat karena kami melewati sebuah gedung tempat pernikahan.
Malam itu diantara duka ada suka. Gemerlap lampu di sebuah bangunan peninggalan
kolonial sedikit memberikan harapan dan pencerahan diantara ketakutan kami.
Sampai akhirnya, kami tiba di sebuah tempat praktek dokter. Ruangannya termasuk
sederhana tapi bersih. Ruangannya cukup luas. Banyak kursi yang sudah terisi.
Tinggal beberapa yang tersisa. Aku dan adikku segera ke meja pendaftaran. Tak
dinyana, nomor yang kudapatkan adalah 50 ! Menurut suster, mamahku akan
diperiksa dokter sekitar jam dua belas malam. Wow, kami harus menunggu selama
lima jam !
Adikku
mempertimbangkan kondisi mamah dan dokter yang pasti akan kelelahan, sehingga
diperkirakan akan sangat tidak efektif. Oleh karena itu, kami kembali
menyususri kegelapan malam untuk mencari dokter lain. Kami melewati rumah sakit
dan ternyata tutup. Melewati klinik lain yang ternyata tidak ada dokter
penyakit dalam. Setelah sekitar satu jam, kami bisa menemukan dokter penyakit
dalam. Setelah kurang lebih dua jam dan merayu mamah dengan aneka cara agar
bertahan, akhirnya beliau diperiksa oleh dokter.
Dokter
memeriksa mamah dengan teliti. Tangannya bergerak di sekitar perut. Menekan. Meraba.
Terdiam sejenak. Merasakan sesuatu.
“Ada apa, Dok,” tanya Mamah.
“Ada pohon di perut Ibu,” jawabnya kalem.
Beliau segera memberikan beberapa
penjelasan pada adikku dan menyarankan agar mamah segera dibawa ke rumah sakit
untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
“Dokter menduga mamah menderita kanker di perut!,” jawab adikku dengan
lesu.
Deg ! Mendadak suasana sekitarku
ramai tak karuan. Sejuta rasa mendera. Benarkah ?
Keesokan
paginya, kami membawa Mamah ke sebuah rumah sakit terkenal di Bandung, RS Santosa. Hari itu, beliau begitu
pasrah. Sangat penurut. Kami masih merahasiakan kata-kata dokter. Beliau
bersemangat berobat karena ingin sembuh. “Cape bolak-balik ke belakang terus !”
ujar beliau.
Tak
lama, kami dipanggil perawat untuk bertemu dengan dokter. Kami mendapatkan
penjelasan yang asyik tentang pengobatan tersebut. Dokter ini jujur tapi
menenangkan. Ramah juga bodor,
sehingga kami bisa bersikap lebih santai. Setelah obrolan itu, mamah di bawa ke
ruangan khusus. Kami menunggu dengan harap-harap cemas. Waktu rasanya berjalan
sangat lambat seperti siput ! Berbagai lintasan pikiran memasuki kepalaku.
Mungkin saat itu, kepalaku menjadi biang kemacetan rutin setiap pagi di
Bandung. Berjam-jam kami menunggu di luar, sedangkan mamah sedang menjalani
rontgen perut dengan kontras barium.
Rontgen
perut dengan kontras barium itu adalah sebuah pemeiksaan radiografi untuk
menggambarkan usus besar agar dapat memperlihatkan anatomo dan
kelainan-kelainan yang terjadi. Pada tahap ini, mamah diperiksa oleh dr. Voltiano Forestin Dharmawan. Untuk
menghindari resiko radiasi beliau mengenakan baju yang berat seperti akan maju
ke medan perang. “Hehehe… lucu sih menurutku.” Pemeriksaan inilah yang pertama
kali memperkuat dugaan adanya kanker di perut mamah.
Deg
! Rasanya sulit dipercaya. Kanker yang begitu sangat jauh dan tak mungkin ada
di sekitarku, sekarang sedang duduk manis dihadapanku. Di depan mataku. Sungguh
tak menyangka dan sulit dipercaya ! Ketika kami ke dokter penyakit dalam sambil
membawa hasil rontgen tersebut, beliau menyarankan untuk segera bergerak cepat.
Mamah harus segera menjalani operasi. Kejutan luar biasa yang berikutnya !
Oleh
karena itu, adikku segera mencari informasi ke rumah sakit. Dengan berbagai
macam pertimbangan, akhirnya kami lebih memilih Rumah Sakit Al Islam Bandung. Di sini, kami menemui dokter
spesialis bedah digestive, Dr Tommy
Ruchimat, SpBD.
Setelah itu, mamah kembali menjalani berbagai serangkaian
pemeriksaan. Kali ini ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Beliau menjalani
Endoskopi dan CT Scan Abdomen. Pendarahan saluran pencernaan dan perubahan
kebiasaan BAB-lah dan juga pertumbuhan dalam usus besar (pohon) yang
menyebabkan dokter merekomendasikan pemeriksaan itu.
Endoskopi adalah prosedur nonbedah
yang digunakan untuk memeriksa saluran pencernaan. Mungkin mamah menjalani yang
namanya kolonoskopi, yaitu endoskopi yang dikirim lewat usus besar/ kolon
melalui dubur untuk memeriksa daerah ini dari usus.
Sedangkan CT Scan Abdomen adalah
jenis khusus X-ray yang dapat menampilkan gambar penampang area tertentu
(perut) dari tubuh. Pemeriksaan ini akan memperjelas hasil pemeriksaan fisik.
Alasan dokter melakukannya adalah perencanaan presurgery dan dugaan massa
abdomen teraba (pohon). Tindakan ini juga dapat dilakukan untuk sakit perut,
batu ginjal, infeksi, radang usus dan pembekuan darah.
Setelah melewati prosedur yang
panjang dan bolak-balik ke berbagai rumah sakit, dugaan dokter semakin kuat dan
nyata. Semua rumah sakit menyatakan hal yang sama. Mamah menderita kanker usus
besar, khususnya kanker rectum dengan tipe yang mudah berdarah. Astagfirullahhaladzim
! Lutut inipun melunglai. Jantung berdegup kencang. Kenyataan yang harus
dihadapi. Demi mamah, kami harus kuat !
Tanpa menunda waktu, kami segera
menyetujui pelaksanaan operasi. Perayaan awal tahun baru yang unik. Awal
Januari 2014, tak ada pesta kembang api. Yang terjadi adalah degup jantung yang
semakin bertalu kencang melebihi bedug Idul Fitri. Keringat dingin. Perasaan
yang nano-nano. Harapan baik dan harapan buruk datang silih berganti selama
tiga jam menanti selesainya operasi. Panggilan nama keluarga setelah selesai
operasi ibarat genderang duka atau suka. Kami tak sabar melihat kondisi mamah.
Dengan didorong oleh suster, mamah
dibawa ke ruang pascaoperasi. Kami hanya bisa menemuinya sebentar saja.
Kesadarannya belum pulih seratus persen. Ada buliran air di sudut matanya.
Jejak sakit yang luar biasa. Namun, mamah masih tersenyum manis melihat kami
berdua. “Sakit, Mah?” tanyaku. Dia menggeleng lemah sambil tersenyum.
Mendamaikan ! Setelah itu penantian panjangpun kembali kujalani. H2c. Harap-harap cemas. Menanti mamah
melewati masa kritis. Takut. Sedih. Galau. Melow. Saat itu, rasanya aku berada
di lembah kesedihan yang paling curam. Mencoba pasrah dan ikhlas menerima
segala ketentuan dari Sang Maha Kuasa. See
you again or leave me forever !? Selamat atau selesai di titik itu ! Dua hari yang benar-benar
sangat mendebarkan. Pengalaman yang luar biasa dalam hidupku.
Alhamdulillah, mamah masih bisa
kuat bertahan ! Selanjutnya, beliau masuk ke ruang pemulihan/ perawatan biasa.
Senyumnya yang sumringah senantiasa menghiasi hari. Tak ada jejak kesakitan sedikitpun.
Aneh ! Optimis. Doa. Kepasrahan dan keinginan yang kuat untuk sembuh menjadi
motivasi hidupnya. Semangatnya luar biasa. Dokterpun menyampaikan hal yang
sama.
Ketakutanku pascaoperasi bahwa
mamah akan mengalami kondisi yang mengkhawatirkan lenyap tak berbekas. Awalnya,
mamah masih takut keluar rumah karena merasa tidak percaya diri dengan kantong
bawaannya. Ya, setelah operasi, banyak perubahan yang terjadi dan harus
dilakukan ! Makanan salah satu hal wajibnya. Yang ini ada dalam tulisan yang lain yah !
Sekarang, mamah harus selalu
menggunakan kantong khusus, bagcolostomy
untuk menampung BAb-nya. Kalau bertemu orang lain, takut mereka mencium aroma
tak sedap dari sana. Sejak operasi itu, aktivitas mamah berhenti total. Yang
dilakukan beliau hanyalah berbaring, duduk, nonton televisi. Benar-benar
menikmati masa tua dalam nuansa baru.
Namun, hal itu tak berlangsung
lama. Sedikit demi sedikit kepercayaan mamah kembali pulih. Beliau banyak
mendengar pengalaman yang sama. Tak menakutkan lagi. Setelah itu,
sedikit-sedikit beliau mulai mengerjakan aktivitas lamanya, bekerja di dapur,
berkebun dan jalan-jalan atau belanja ke warung. Semangat hidup dan optimisnya
kembali bangkit ! Kami siap mendukungnya. Keceriaan kembali mewarnai kehidupan
kami. Tak terasa hampir dua tahun !
Menjelang kontrol dokter untuk
yang kedua kalinya, tiba-tiba datang kabar buruk.
“Teh, Ceuceu jatuh di jalan !”
ujar saudaraku.
“Mamah tadi beli nasi kuning, kok
!” balasku tak percaya.
“Ya, tadi jatuh di jalan.
Berdarah. Sekarang, lukanya sedang dibersihkan oleh Neng, sepupuku, “ ujarnya
menambahkan.
“Oh, ok, aku segera menyususl ke
sana !” jawabku bingung.
Namun, baru melangkah keluar
pintu, mamah dan sepupuku sudah tiba. Wajahnya tetap sumringah. Dagunya ditutup
plester.
“Pusing, Mah ?” tanyaku cemas.
“Heunteu! Mamah kabita mie ayam, terus titajong,” jawabnya dalam
logat Sunda yang khas. (“Tidak. Mamah Ingin mie ayam. Terus terantuk
polisi tidur,”)
Aku segera memeriksa lukanya. Pendarahan
masih terus terjadi. Darah terus keluar dari dagu dan gusinya. Ada lubang
bulat.Karena cemas dengan perutnya, kolostominya, kami membawanya lagi ke rumah
sakit. Luka-lukanya mendapat beberapa jaitan. Alhamdulillah, perutnya tidak
apa-apa. Keajaiban lagi untuk kesekian kalinya.
Setelah
itu, berturut-turut beberapa kabar duka datang. Beberapa saudaraku meninggal
dalam waktu yang hampir berdekatan. Kabar itu rupanya mempengaruhi psikologis
mamah. Kondisinya drastis menurun. Keceriaan berubah kemurungan. Mamah mogok
makan dan tidak mau lagi minum obat-obatan alami yang biasanya disantap dengan
senang hati. Koneng gede. Kuning putih. Propolis. Madu. Susu. Kami mulai
kebingungan. Serba salah.
Kekhawatiran
kami bertambah parah, ketika suatu malam, mamah jatuh secara tiba-tiba dari
kursi. Tak bertenaga. Tak berdaya. Kesadarannya mulai berkurang. Setelah tiga
hari di rumah, adikku kembali memboyongnya ke rumah sakit. Mamah ditangani tiga
dokter spesialis: penyakit dalam, syaraf dan urologi.
Setelah
hampir dua minggu, tak ada kemajuan berarti. Makanan tetap utuh tak tersentuh.
Tenaga semakin berkurang. Yang paling pilu adalah mamah selalu kesakitan di
sekitar perut. “Aduh…aduh…aduh,” erangnya beberapa kali sambil memegangi
perutnya. Aku curiga pohon di perutnya mulai berulah lagi. Kuraba sebuah
benjolan di sana. Tak ada yang bisa kami lakukan, selain mengusapnya dengan
kayu putih dan doa. Pada saat operasi dulu, masa tumornya sudah menyebar ke
rahim, jadi tak bisa diangkat. Dokter Tommy melakukan tindakan agar mamah bisa
makan enak dan tidak bolak-balik lagi ke belakang. Upayanya berhasil.
Namun,
kuasa Allah SWT lebih berbicara. Maut tak bisa ditolak jika saatnya tiba.
Setelah kembali dirawat di rumah, sehari setelah kontrol ke dokter urologi,
kami harus rela melepas beliau untuk selama-lamanya. Kembali menghadap Sang
Pencipta. Beliau menghembuskan nafas pada tanggal 2 Desember 2015, sekitar
pukul 23.00.
Semoga
ibunda tersayangku dapat hidup berbahagia di sisi-Nya. Kami telah berusaha semaksimal
mungkin. Namun, Allah lebih menyayangimu. Selamat jalan, bundaku ! Kami
berharap segala upaya dan bakti anak-anak dapat membahagiakanmu. Maafkan segala
salah, khilaf, dan alpha kami ! Rinduku untukmu selalu !
Referensi
Tulisan :
1. rudyday.blogspot.com
Kisah yang sangat menyentuh, :') semoga beliau tenang berada di sisi-Nya, aamiin...
BalasHapusaamin. makasih mbak
HapusMembaca ini membuat saya terharu mba, apalagi saya juga seorang survivor kanker.
BalasHapusSemoga Ibunda sudah tenang dan bahagia serta mendapatkan tempat terindah di sisi Allah. Mba dan sekeluarga juga selalu diberikan kesabaran dan kekuatan. Amin.
Film Iam Hope juga sungguh membuat perasaan tersendiri dalam diri saya mba. Walaupun baru menonton traillernya saja,tetapi serasa melihat perjuangan sendiri dan teman-teman survivor kanker. :(
aamiin. makasih ya mbak yuni zuhri.
Hapustetep semangat dan optimis yaa, itu kekuatan utama utk penyembuhan
turut berduka atas meninggalnya ibunda tercinta :,(
BalasHapusmakasih mbak Irawati Hamid
HapusWow, thats surely awesome to know the reality and I am positive you will also love my article written here apple juice nutrition facts approximately Hope so that you will love to provide me a go-to.
BalasHapus