Sejak
kecil dulu, hampir setiap saat, saya selalu akrab melewati rumah ini. Sebuah
rumah yang terletak di pinggir jalan besar. Banyak cerita yang melingkupi rumah
ini. Angker. Rumah berhantu. Juga sering digunakan untuk syuting sinetron.
Kabarnya sinetron yang angker juga.
Dari pinggir jalan besar, rumah ini
hanya terlihat bagian atapnya saja. Mengapa ? di sekelilingnya terdapat banyak
pohon-pohon besar. Dalam pikiran anak kecil, saya menyebutnya sebagai sebuah
hutan. Hutan di tengah kota. Rindang dengan pepohonan dan gelap. Benar-benar
menakutkan.
Rumah Kebon Kopi |
Lama tak mendengar kabar tentang
rumah ini. Tiba-tiba, seorang kawan saya mengajak untuk menjelajahi rumah tua
tersebut bersama dengan komunitas Tjimahi Herritage. Rumah ini terletak di pinggir jalan raya Cimahi-Bandung, khususnya
daerah Kebon Kopi Cibeureum Cimahi. Minggu, 31 Januari 2016 kemarin,
akhirnya saya dan teman-teman berhasil menjelajahi rumah bersejarah ini.
Kondisinya sangat jauh berbeda dari bayangan masa kecil dulu.
Peserta Jelajah Rumah Kebon Kopi |
Bagian luarnya sudah sangat lapang.
Pohon-pohon rindang yang dulu menutupinya, sudah hilang, berganti taksi-taksi
biru. Tinggal sisi bagian kanan yang masih menyisakan sejarah. Kabar terakhir,
rumah ini sudah dijual pada sebuah perusahaan taksi terkenal di Bandung,
Bluebird. Perusahaan tersebut berkomitmen untuk tetap melestarikan bangunan
tersebut, walau harus merehabnya. Ya, rumah tua itu sudah banyak termakan usia.
Rumah kuno itu saya namakan dengan RUMAH KOLONIAL BERGAYA JAWA. Bagian
luarnya memang mirip dengan rumah gaya Eropa dengan tiang-tiang kokoh seperti
bangunan Yunani. Kalau tidak salah berjumlah enam buah. Hanya di bagian atas
ada nuansa lokal, yaitu ukiran bunga (melati).
Hiasan Lantai luar |
Sebelum memasuki bagian dalam, kami
mendapat penjelasan tentang sejarah kopi dan rumah ini dari Kang Machmud Mubarok dan Kang Mochamad
Sopian Ansori. Ternyata rumah ini terkait erat dengan sejarah perkebunan kopi.
Boleh dibilang menakjubkan, karena melanggar kebiasaan syarat menanam kopi.
Tanaman kopi biasanya membutuhkan ketinggian minimal 700 m dpl, sedangkan di
sini hanya sekitar 650 m dpl. Jadi, pohon rindang yang dulu menyelimuti rumah
ini ternyata oh ternyata adalah tanaman kopi yang tinggi-tinggi. Alasan inilah
yang melatarbelakangi daerah ini bernama Kebon Kopi.
Kang M. Sophian |
Kang Machmud |
SEJARAH KOPI DI INDONESIA
Wow,
ternyata kotaku ini bagian dari sejarah masa lalu yang kini sedang dibangkitkan
lagi. Kopi nasional, produk Priangan, Produk Indonesia. Ah, rasanya bangga juga
tinggal di kota yang termasuk bagian sejarah itu. Sekaligus juga miris
mendengar kisahnya. Javana oh Javana !
Kopi
di tanah Priangan berasal dari wilayah Malabar India. Seorang kapten VOC,
Adrian van Ommen membawa kopi Arabica pada tahun 1696. Pada awalnya, penanaman
kopi di Indonesia ini mengalami kegagalan akibat banjir Batavia. Namun, akhirnya
mambawa hasil setelah kopi tersebut ditanam di daerah Bidara Cina, Kampung
Melayu, Sukabumi, dan Sudimara. Kopi-kopi inilah yang pada akhirnya membawa
kejayaan pada VOC. Kopi-kopi tersebut berhasil menguasai pasaran dunia.
Akibatnya, muncullah perjanjian VOC dengan para bupati Priangan untuk
memperluas penanaman kopi di Priangan. Salah satunya adalah Bupati Cianjur,
Aria Wiratanudatar.
Program Komputer ini berawal dari kejayaan kopi Indonesia di mata dunia |
Pada
tahun 1786, setengah kopi yang dihasilkan berasal dari lereng-lereng Gunung
Gede di Cianjur dan sebagian lagi dari sekitar Bandung. Kejayaan kopi di pasar
dunia membawa kemakmuran bagi VOCselama hampir dua abad, juga para bupati
Priangan. Namun, kemudian akibat korupsi, VOC mengalami kebangkrutan hingga
terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan.
Setelah
menyengsarakan rakyat, tahun 1876, Hindia Belanda ditimpa petaka dengan
hancurnya tanaman kopi akibat penyakit karat daun. Penyakit itu meluas sehingga
melumpuhkan perdagangan kopi dunia. Dalam situasi gawat tersebut, Brazil dan
Kolombia akhirnya mengambil alih kekuasaan perdagangan kopi dunia sampai
sekarang.
Setelah
mendengar penjelasan sejarah perkebunan kopi, akhirnya kami dibagi menjadi dua
rombongan. Secara bergantian, kedua rombongan itu menjelajahi bagian dalam
rumah. Lalu, menjelajahi halaman belakangnya.
MISTERI RUMAH TUA
Ketika
memasuki bagian dalam, kawanku berkata, “ Aku kok seperti mengenal betul rumah
ini. “
“Ya,
jelaslah, wong kamu sering pulang ke Jawa. Pemilik rumah ini kan orang Jawa.
Trenggalek !” jawabku sambil tersenyum.
Inilah
kejutan pertama. Rumah bergaya kolonial ini bukan milik para bangsawan Eropa
(Belanda) tapi milik pribumi. Seorang tuan tanah asal Trenggalek, Jawa Timur. Diperkirakan
rumah ini milik Wangsadiredja. Kejayaan kopi membawa kemakmuran. Rumah inilah
buktinya. Kemewahan arsitektur Eropa dipadukan dengan nuansa jawa di bagian
dalamnya. Salah satunya melalui pintu-pintu kayu yang kokoh dan tinggi, lengkap
dengan kunci khas dari masa lalu. Besi-besi panjang yang terkait di bagian atas
dan palang kayu. Itulah kejutan keduanya. Rumah ini bukan istana raja Eropa.
Peserta menjelajahi bagian dalam rumah |
Rumah
yang sangat luas ini memiliki enam buah kamar dengan ukuran yang cukup luas.
Yang menarik, di tengah-tengah bagian rumah masih ada sumur yang masih terlihat
bagus. Walaupun dikelilingi ilalang yang sangat tinggi.
Miris
hati ini ketika memasuki bagian dalam. Seperti VOC, rumah ini benar-benar
diambang kehancuran. Beberapa bagian rumah tampak tak terawat. Atap-atap banyak
yang tinggal menunggu waktu jatuh.
Kejutan
ketiga, ada di halaman belakang. Halaman yang masih memiliki nuansa hutan itu
ternyata merupakan pemakaman keluarga. Kurang lebih ada lima baris makam dengan
berbagai model makam. Cina dan Muslim. Sangat terawat. Bersih. Rapi. Tulisan di
nisan sebagian besar menggunakan bahasa Sunda. Sayang, sebagian nama-namanya
kurang jelas terbaca.
Sebelum sampai kompleks pemakaman tersebut,
kami harus menjelajahi hutan kecil dan juga jalan setapak yang dipenuhi dengan
guguran daun-daun. Cukup tebal dan empuk ketika diinjak.
Saat
pulang, setelah mendapat restu dari penjaga,
seorang kawanku yang lain mengambil beberapa buah Ganitri untuk
dijadikan gelang yang unik. Buahnya berwarna biru terang. Bagian dalamnya
berwarna coklat muda. Bergerigi.
Dengan
terkumpulnya buah Ganitri di wadah, berakhir pula petualangan kami hari itu.
Menjelajahi RUMAH KOLONIAL BERGAYA JAWA. Setelah
itu, kami kembali berkumpul di teras depan untuk berkenalan dan membacakan
Novel Max Havelar secara bergantian. Konon kabarnya, rumah tua ini pernah
digunakan untuk syuting film salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesiatersebut.
Reading Novel Max Havelar |
Menjelang
dzuhur, kamipun membubarkan diri dengan membawa kenangan masa lalu, pengetahuan
baru, dan kawan baru. Sampai jumpa di petualangan berikutnya, ya ! Salam
Sejarah ! Salam Sastra !
Dari sejarah, kita
bercermin untuk kebaikan di masa yang akan datang.
Memaknai sejarah sami sareng memaknai hidup !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar