Aku
melangkah gontai seusai pulang sekolah. Bagiku, hidup di neraka akan berjalan.
Bagiku, rumah adalah penjara bisu yang selalu mendekap erat. Kebisuan selalu
terjadi. Kesepian menjadi hiasan abadi. Aku hanya seorang diri. Membuka kulkas.
Menggoreng ayam atau telur. Memasak nasi atau mie. Makan sendiri di meja kayu
yang luas.
Ibu, kejadian ini selalu berulang.
Aku tak pernah menemukanmu di sana. Aku tak pernah mendapatkan sambutan
hangatmu setiap pulang sekolah. Tak ada pelukan hangat. Tak ada teguran sayang.
Kekosongan dan kekosonganlah yang selalu setia menemani. Hutan beton inilah
yang selalu menjadi sahabat sejatiku setiap hari.
Ayah, ah engkau entah berada di
mana. Dunia ini terlalu luas untuk kujelajahi. Entah berapa juta dolar yang kau
cari. Kau selalu pergi meninggalkanku. Aku tak bisa menanyakan pr fisika atau
matematika. Telepon genggammu selalu sibuk. Pesan singkatku sampaikah padamu ?
Suatu hari, engkau membayar dosamu.
Seusai sekolah, saat kubuka pintu, kutemukan sepucuk surat. Terinjak olehku.
Amplopnya berwarna merah muda. Inikah kasih sayangmu ? Segera kuberlari menuju
meja kayu yang luas itu. Aku membacanya sambil membayangkan ibu dan ayah
mendampingiku. Berada di sisiku. Memelukku erat penuh kasih. Menampakkan senyum
bahagia di wajahmu.
Nak,
ayah punya sesuatu di kamarmu. Ini hadiah ulang tahun spesial dari ayah
dan
ibumu. Dua hari yang lalu, kami berunding untuk memberikan kawan
baru
untukmu.
Dan
inilah yang akan menemanimu di saat ayah dan ibu larut dalam kesibukan.
Semoga
kau selalu bahagia bersamanya !
Salam
sayang,
Ayah
& Ibu
Bagai kilat, aku segera menuju
kamar. Di balik pintu, kutemukan sahabat baruku. Komputer lengkap dengan
asesorisnya. Juga beberapa video games. Dengan antusiasnya kunyalakan teman
baruku. Dia tersenyum senang. Aku bahagia. Ayah, Ibu, aku punya kawan baru di
rumah ini.
Sejak keesokan hari dan
minggu-minggu berikutnya, aku tak kesepian lagi. Aku menemukan kebahagiaanku.
Sahabat baruku memang sangat peduli dan perhatian padaku. Dia memberikan segala
yang kudambakan selama ini. Penghargaan, pertemanan, kegembiraan, keceriaan,
tantangan, dan berbagai kesukaan lainnya. Segala pemberiannya itu kubalas
dengan totalitas.
Ayah. Ibu. Kalian selalu tak ada
untukku. Namun, kawan baruku ini selalu menemaniku setiap waktu. Bahkan di saat
jam tidur malamku. Aku tak bisa lepas darinya. Semakin hari, kami semakin
lengket, seperti perangko. Kian lama, aku semakin tak tega meninggalkannya
sendirian, membisu di kamarku. Aku bisa merasakan penderitaannya. Sama
sepertiku dulu.
Ayah, Ibu, sejak detik itu, aku tak
pernah sedetikpun meninggalkannya. Aku selalu ingin bersamanya. Kami selalu
bermain bersama. Kami selalu bergembira bersama. Dia membawaku menjelajahi
dunia lain, yang tak penah kukenal sebelumnya. Dunia itu sangat menyenangkan !
Membuatku terlena. Ayah, Ibu, aku tak ingin kehilangannya !
24 jam aku selalu berdampingan
dengan kawanku itu. Aku lupa dengan segala kecemasanku. Aku lupa dengan segala
masalahku. Aku lupa dengan deritaku. Aku lupa dengan tugasku. Aku lupa dengan
sekolahku. Aku lupa dengan segala kewajibanku. Aku lupa dengan segala
kebutuhanku. Dia segala-galanya bagiku sekarang dan selamanya ! Games adalah
hidupku ! Aku sangat mencintainya.
Ayah, Ibu, kudengar kalian
mencemaskanku ? Tak mungkin ! Kalian pasti tak punya waktu untuk itu. Materi
adalah segalanya bagi kalian. Hal paling penting untuk kalian. Hal yang paling
berharga untuk kalian. Materi itu adalah hidup kalian.
Ayah, Ibu, katanya kalian membawaku
berobat ? Mustahil ! Dulu, ketika aku sakit betulan, kalian menyuruh Si Mbok
membawaku ke dokter. Kalian tak pernah ada untukku. Bahkan, di saat aku sangat
membutuhkan kehadiran kalian !
Ayah, Ibu katanya kalian takut aku
mati ? Jangan pernah mencemaskanku ! Kawan baruku akan selalu memberikan seribu
nyawa untukku ! Dia selalu siap sedia untuk menolongku. Bahkan, di dalam
kondisi kritis sekalipun ! Ayah, Ibu berterimakasihlah padanya ! Dia telah
mampu menggantikan peranmu mengasuhku ! Dia telah mampu membunuh semua
kesepianku ! Dia telah mampu membahagiakanku !
Ayah, Ibu mengapa kalian
tersedu-sedu ? Mengapa kalian datang ke pusara baru ? Mengapa kalian
mengelus-elus papan nama bertuliskan namaku ? Hah ?! Namaku ? M. Azzam
Hasanudin bin Hanggoro Putro. Ayah, Ibu aku ada dimana sekarang ?
Ide Cerita :
Kisah inspiratif dari Kang Mumu Kakatu dan
Bunda Eli Risman pada Seminar Parenting : Kiat-kiat Memahami dan Melindungi
Anak dari Bahaya dibalik Kecanduan Games
Kamis,
14 Januari 2016
Gedung
FK UNPAD
Jalan
Eykman no 38 Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar