9/08/2015

REVIEW NOVEL



MENIKMATI WISATA BUDAYA ALOR

Judul Buku                : Swarna Alor ( Impian di Langit Timur )
Penulis                        : Dyah Prameswarie
Penerbit                      : Metamind
Tahun Terbit             : 2015
Jumlah Halaman       : 278 halaman

            Bagaimanakah membangun sebuah karir di masa depan ? Langkah-langkah apa yang akan kita tempuh untuk meraih impian itu? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di masa remaja. Pada usia itu, kita seringkali dibingungkan oleh banyak hal, banyak pilihan, benturan sikap dan ketidaktahuan. Namun, hidup harus terus berlanjut. Walaupun pergolakan tetap terjadi, kita harus berani melangkah. Berani menentukan pilihan. Berani bersikap dan berani mengambil resiko. Hingga pada saatnya nanti, kita tiba pada jalan yang menjadi takdir hidup. Membangun sebuah karir untuk masa depan memang sulit, jika ingin berhasil. Kekuatan hati menjadi salah satu kunci untuk meraih kesuksesan itu. Kita harus berani melangkah, memulai perjalanan. Jangan lupa untuk meminta restu orang tua, karena itulah landasan kesuksesan kita yang abadi. Inilah gambaran umum cerita novel terbaru karya penulis produktif, Dyah Prameswarie.
            Latar budaya kampung Alor yang memesona menjadi daya tarik utama novel ini. Di sini, kita memperoleh pengetahuan yang cukup lengkap tentang kain tenun alor. Bagaimana proses pembuatan hingga upaya untuk menggaungkan keunggulan kain ini ke luar daerah bahkan ke luar negeri. Ada satu kebanggan khusus yang terselip saat membaca novel ini.
            Di kampung inilah dua tokoh utamanya, Mbarep dan Lilo memulai karier mereka. Kebengalan sifat remaja banyak mewarnai cerita. Sifat-sifat itu pulalah yang berhasil menciptakan konflik-konflik dan merangkainya menjadi kisah menarik sekaligus inspiratif. Inilah yang menjadi kekuatan novel. Cerita mengalir sempurna seperti realita. Bab demi bab tersusun dari nama-nama pelaku utama ini secara bergantian, seperti episode-episode drama.
             Namun, konflik yang terbangun terasa seperti kue brownies, bantat. Konflik tersebut tidak diciptakan secara tajam. Penulis seperti ragu untuk mengklimakskan cerita. Pembaca seperti mendaki bukit yang rendah ketika membaca novel ini.
            Namun demikian, novel ini layak dibaca oleh siapapun, khususnya remaja. Tak ada zat yang berbahaya. Bahasa gaul yang digunakan menjadi tambahan rekomendasi bahwa novel ini sangat cocok untuk remaja. Bacaan yang ringan tapi sarat makna. Dengan membaca novel ini, kita akan banyak belajar tentang sebuah kehidupan baru. Kita bisa mendapatkan gambaran yang jelas tentang salah satu cara yang bisa ditempuh remaja untuk mengawali karir cemerlangnya di masa depan. Juga sebuah harapan untuk semakin menumbuhkan kecintaan kita pada tanah air tercinta, Indonesia.

 

1 komentar:

Featured Post

Festival Cireundeu Cimahi: Maknyus, Icip-Icip Nasi Goreng Rasi

  Halo sobat yayuarundina.com – Kali ini, kita jalan-jalan tipis di dalam kota Cimahi. Tanpa disengaja muncul informasi acara Festival Cire...