9/08/2015

MISI ORANG TUA



Siang ini, secara tiba-tiba saja saya diajak berkunjung ke rumah teman. Karena kangen, kupenuhi  juga ajakan itu. Tak memakan waktu sampai satu jam, kami tiba di rumah tersebut. Banyak perubahan yang terjadi. Suasana rumah semakin membuat kami betah berada di sana, seperti sedang berlibur di sebuah villa. Kami asyik berbincang-bincang sambil menunggu kedatangan sahabat yang lainnya. Ah, keceriaan mewarnai siang yang terik itu.Semilir angin yang lembut menyejukkan tubuh kami yang kepanasan dalam perjalanan tadi.  Di sela-sela obrolan, muncullah sahabat yang ditunggu-tunggu itu. Beliau diantar oleh anaknya.
              
  Ada satu momen yang membuat saya ingin mengisi blog ini lagi. Detik itu, baru kusadari peran penting orang tua. Selama ini, orang tua hanyalah sebagai formalitas, sosok biasa dalam kehidupan anak atau keluarga, bahkan mungkin sebuah keterpaksaan akibat kecelakaan.  Namun, dalam obrolan siang itu, aku bisa menemukan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang juga ingin kubagikan di sini.
                Orang tua sebagai pendamping anak memang sudah biasa. Orang tua membesarkan anak-anaknya. Menyekolahkan anak-anaknya. Mendidik mereka. Menasihati mereka. Memberi makan. Memberikan pakaian. Dan sejuta kebutuhan lainnya. Hal-hal seperti itu sudah menjadi rutinitas orang tua bagi anaknya. Tak ada yang istimewa. Suka duka mereka lalui selama bertahun-tahun. Susah senang mereka lakoni untuk kehidupan anaknya. Sampai tiba akhir waktu mereka. Entah berapa lama.
                Setelah perjuangan yang panjang itu, apa hasil yang mereka dapatkan ? Kesepian di masa tua. Kebahagiaan di masa tua. Kesenangan hidup di masa tua. Penderitaan sampai akhir hayat. Begitu banyak nasib berbeda yang menimpa orang tua itu. Melegakan atau menyesakkan. Semua itu sebenarnya tergantung dari usaha mereka sejak awal.
                Menjadi orang tua memang tidak mudah. Ada misi khusus. Hal pertama yang harus ada dalam diri mereka adalah keikhlasan dan kebesaran hati. Inilah modal dasar yang wajib dimiliki. Tanpa ini, mereka mungkin akan frustasi di tengah jalan. Selain itu, orang tua juga membutuhkan ilmu. Membesarkan anak-anak perlu panduan yang jelas agar kelak terpetik buah yang manis.
                Perlu disadari oleh orang tua bahwa anak itu terdiri dari aspek fisik dan psikis. Jasmani dan rohani. Orang tua yang hanya mengedepankan aspek jasmani saja, boleh dibilang berada di jalur yang salah. Sebaliknya, orang tua yang hanya mengedepankan aspek rohani saja juga berada di rel yang tidak benar. Keduanya harus seimbang. Namun, orang tua perlu memberikan penekanan lebih pada sisi mental anak. Menurut saya, inilah kunci keberhasilan orang tua dalam membesarkan anak-anaknya. Mental merupakan roda penggerak kehidupan anak selanjutnya dan selamanya. Seperti pepatah lama : Di dalam fisik yang sehat, terdapat jiwa yang kuat.
                Dalam obrolan antara anak dan ibu sore itu, ada bukti yang nyata. Sang ayah hanya mampu membiaya kuliah satu orang anaknya saja. Padahal orang tua itu dikaruniai tiga orang anak. Dua putra dan satu putri. Saat itu, ayah dan ibu memang memiliki keterbatasan ekonomi. Selama bersekolah, anak-anak mereka tidak dibekali uang jajan dan ongkos yang cukup. Alhasil, anak-anak itu harus pandai berstrategi dan melakukan penghematan abis-abisan. Namun, sang anak tetap bisa menerima keadaan tersebut. Selanjutnya, saat akan kuliah, salah satu anaknya berusaha mencari solusi sendiri. Berstrategi mencari sekolah yang dibiayai negara untuk meringankan orang tuanya. Dari sanalah awal kesuksesan itu dirajut.  
     “Si Ibu mah pelit sekali, Bu saat saya bersekolah dulu. Seringkali, saya tak punya cukup uang jajan,” kata sang anak kepada kami.
     “Eh, AA…  Ibu kan tidak mau memiliki banyak hutang. Ke sana. Ke sini. Jadi kita harus berhemat,” jawab sang Ibu.
Kami yang mendengar dialog-dialog itu tertawa menyaksikan dialog lucu kenangan ibu dan anak. Masa-masa merih kalau istilah dalam bahasa Sunda mah. Perjuangan yang membuahkan keberhasilan.
Kekurangan orang tua bisa disikapi secara bijak oleh anaknya. Menghadapi kesulitan keuangan itu, sang anak tidak berputus asa. Tidak marah-marah. Tidak mencari jalan pintas. Namun, berusaha mencari solusi yang terbaik. Hal seperti ini, membutuhkan mental yang luar biasa. Orang tua, memang harus memberikan pendidikan mental yang baik. Mental yang positif, akan melahirkan solusi yang positif pula.
Pendidikan mental harus dimulai sejak anak berada di dalam kandungan. Banyak cara yang bisa dilakukan. Diperdengarkan lantunan ayat suci. Diperdengarkan lagu-lagu klasik. Pada usia balita, diberikan contoh-contoh yang baik. Diberikan dongeng-dongeng yang menginspirasi. Pada masa anak-anak, dibekali dengan pendidikan agama yang bagus. Tunjukkan realitas kehidupan ! Di masa remaja,diberi tanggung jawab. Diajak berdiskusi menyelesaikan permasalahan. Dilatih menjadi pemimpin. Di saat dewasa, biarkan mereka yang menentukan nasibnya sendiri. Orang tua berada di belakang mereka sebagai penasehat atau pengamat.
Hidup itu memang tak mulus. Menjadi orang tua itu susah-susah gampang. Namun, keberhasilan tentunya menjadi tujuan utama dalam mendidik anak.Oleh karena itu, tugas orang tua  hanyalah memberikan yang terbaik pada buah hati kita. Orang tua perlu berstrategi. Orang tua harus objektif. Jauhkan egoisme dan pemaksaan kehendak. Ibarat layang-layang, orang tua harus pandai menarik dan mengulur benang agar layangan itu tak jatuh atau disambar orang.  Itulah sekelumit kisah misi penting orang tua dalam kehidupan anak-anaknya. Semoga bermanfaat !

4 komentar:

  1. karena jadi orangtua ngga ada sekolahnya yah Bu :)

    BalasHapus
  2. yup betul. trial and error ato banyak belajar dari yg lain yah hehehe..

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Featured Post

Festival Cireundeu Cimahi: Maknyus, Icip-Icip Nasi Goreng Rasi

  Halo sobat yayuarundina.com – Kali ini, kita jalan-jalan tipis di dalam kota Cimahi. Tanpa disengaja muncul informasi acara Festival Cire...