Siswa Menulis |
Bangsa
yang maju adalah bangsa dengan masyarakat yang gemar menulis. Menulis menjadi
budaya masyarakat yang telah berurat akar, menjadi kebiasaan setiap waktu. Dari
sejarah, kita bisa menemukan bahwa negara kita, Indonesia sudah merintisnya sejak
zaman dahulu kala. Yang paling diingat adalah tulisan di daun lontar dan batu.
Berarti kita sudah maju dong ? Ya, kuharap demikian. Jadi, tugas kita sekarang
adalah melestarikan budaya menulis itu. Kita bisa kembali menghidupkan
kebiasaan menulis. Setuju, kan ? Ini mungkin yang melahirkan bermunculannya
gerakan literasi dan GIMM ( gerakan Indonesia membaca dan menulis ).
Menulis
itu gampang. Itu kata Arswendo Atmowiloto. Benarkah ? Namun, kenyataannya
aktivitas menulis ternyata banyak dihindari orang. Ada banyak alasan. Tidak
punya ide. Malas. Susah. Sudah ada ide dikepala tapi tidak bisa menuangkannya.
Tidak punya waktu. Dan sejuta alasan lainnya. Sebagai bangsa yang sudah maju,
sejuta alasan itu wajib kita hilangkan. Mari kita menulis lagi ! Mulai dari
satu huruf. Satu kata. Satu kalimat. Satu paragraf. Satu karya. Hingga pada
akhirnya nanti akan muncul jutaan karya lahir dari tangan kita. Artikel, buku,
jurnal, makalah, cerpen, novel, puisi dan sebagainya.
Belajar Menulis |
Sejalan
dengan itu, maka siswa kuperintahkan membawa laptop. Ternyata mereka antusias.
Senang. Rasanya seperti mendapat durian runtuh. Esoknya banyak juga yang
memboyong laptop ke kelas. Deg-degan juga sih. Takut hilang. Rusak. Jatuh dan
sebagainya. Namun, kutekankan mereka harus belajar bertanggung jawab. Setuju,
kan ? Ada juga mirisnya. Ada orang tua yang hanya mengijinkan siswa menggunakan
laptop di rumah saja. Wow deh ! Namun, laptop untuk menulis bukan segalanya. Back to nature aza. Kembali ke masa
lalu. Siswa bisa menulis menggunakan kertas folio bergaris. Yang penting mereka
menulis. Iya, kan ?
Belajar Kelompok |
Apa
yang harus mereka tulis ? Secara berkelompok, mereka akan membuat sebuah
makalah tentang kebahasaan sebagai bahan presentasinya. Di awal kegiatan,
sebelum membawa laptop, mereka harus membaca dan memilih satu materi
kebahasaan. Sebelum menulis, ada penjelasan tentang sistematika makalah. Karena
baru belajar, target kali ini adalah dua bab saja. Tetapi, ada kelompok yang
menambahkan kesimpulan. Boleh deh !
Dengan
kegiatan ini, siswa terdorong untuk membaca. Mereka terdorong untuk ke
perpustakaan. Mereka membawa berbagai macam buku sumber. Lembaran materi dari
internet, khususnya dari http://www.gerbangmatahari.blogspot.com.
Setelah
beberapa waktu menulis, ada rupa-rupa tulisan. Yang paling lucu sekaligus
memprihatinkan adalah munculnya korban copas (copy paste = menyalin). Para
pembelajar sejati itu mencantumkan materi internet tanpa diolah kembali.
Hasilnya rumusan tujuan seperti ini nih :
8.
… karena daerah terpencil sulit dan jauh dari jangkauan.
Tulisan
ini membuat kami ngakak bersama.
Bagaimana tidak ? Makalah tentang kebahasaan- konjungsi- nyasar ke daerah
terpencil. Namun, inilah sebuah proses pembelajaran menulis. Berawal dari
meniru ( copas ) untuk melahirkan sebuah karya original buatan sendiri. Dengan
semakin seringnya membaca dan menulis, keterampilan berbahasa itu akan semakin
baik. Informasi yang diperolehnya wajib diolah kembali sesuai dengan pemahaman
dan kebutuhan tulisan.
Para penulis professional selalu berkata, “Siswa, copas itu haram
hukumnya !”
“Jangan lupa, cantumkan sumber tulisan agar kalian tidak dicap sebagai
plagiator (pencuri gagasan orang lain )”
“ Tetap semangat dalam menulis ! Jangan menyerah sebelum kalian
membuahkan karya !“
Ini keren sis. Pembiasaan menulis. Sekarang ini banyak yang bisa menulis, tapi tak menularkan ilmunya kepada orang lain. Padahal, kata ustadz, ilmu yang dibagikan akan lebih melekat kepada yang memberikannya. Tak akan pernah berkurang.
BalasHapusyup. aku ingin mereka bisa kreatif, suka membaca dan menulis pada akhirnya. mudah2n menjadi kenyataan
BalasHapusmakasih kunjungannya ya, madame Vivera Siregar