Membuka
awal tahun pelajaran baru 2015/ 2016, ada satu topik pembicaraan yang
menghangat. Orang tua dihimbau untuk mengantarkan anaknya ke sekolah pada hari
pertama. Sebenarnya, hal ini sudah biasa dan sering dilakukan oleh orang tua,
terutama bagi mereka yang menyekolahkan anaknya ke tk atau sekolah dasar. Pada
hari pertama sampai beberapa hari atau minggu kemudian, mereka akan rutin
datang ke sekolah, bahkan ada yang sampai duduk di dalam kelas bersama anaknya.
Topik tadi menjadi menghangat karena himbauan itu berlaku secara menyeluruh.
Bukan hanya untuk sekolah TK dan SD, tapi juga untuk SMP dan SMA, karena tidak
ada batasan yang jelas.
Setelah itu, kedatangan para orang
tua, wajib disambut oleh kepala sekolah dan para guru. Mereka berkonsultasi
dengan orang tua untuk membicarakan anak didiknya. Menggali informasi
tentangnya. Menjalin komunikasi dan lain sebagainya. Selain itu, para orang tua
juga bisa diajak untuk mengamati lingkungan sekolah.
Adanya kebijakan tersebut
mengindikasikan bahwa kita, warga negara Indonesia dituntut untuk kembali
kepada keluarga. Di tengah derasnya arus hedonisme, liberalisme dan konsumtif
atau konsumerisme, manusia perlu kembali kepada kebutuhan dasarnya, yaitu
kebersamaan dengan keluarga. Inilah fitrah yang sekarang ini sedikit demi
sedikit mulai terkikis oleh kesibukan mengejar duniawi. Bekerja bisa dua puluh
empat jam, sehingga hal lain, termasuk anak sebagai salah satu kekayaan manusia
yang sangat berharga itu selalu terabaikan. Akibatnya, tidak heran jika
sekarang banyak anak yang bermasalah. Kenakalan remaja. Narkoba. Tawuran.
Dalam gaya hidup yang lebih
mengutamakan materi, kebutuhan batin seringkali tidak diperhatikan, bahkan
dianggap sepele. Tidak penting. Muncul kegersangan dalam diri manusia, sehingga
memunculkan dampak lain seperti stress. Stres yang berlarut-larut ini berubah
menjadi perilaku bodoh yang justru akan sangat merugikan diri sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Mengantar anak di hari pertamanya
bersekolah merupakan salah satu obat antigalau. Anak akan merasa tentram dan
lebih bersemangat untuk sekolah. Bagaimanapun, mereka sangat membutuhkan
dukungan. Kebersamaan orang tua dan anak di hari pertama bersekolahnya memiliki
nilai khusus di hatinya. Semua anak
membutuhkan itu, apalagi jika anaknya termasuk yang sulit memasuki lingkungan
baru. Hal ini lumrah terjadi di tingkat awal sekolah, yaitu SD dan TK.
Pada jenjang yang lebih lanjut, hari
pertama sekolah mungkin tidak terlalu istimewa. Namun, kebersamaan itu perlu
ada juga. Orang tua dan guru, khususnya walikelas perlu bertemu untuk menjalin
komunikasi dan bekerja sama. Bagaimanapun pendidikan itu bukan tanggung jawab
sekolah. Bukan tanggung jawab guru. Orang tualah yang menjadi pondasi penting
bagi pendidikan anak-anaknya. Guru, walikelas dan sekolah menjadi pelengkap dan
pemerkaya pendidikan anak.
Oleh
karena itu, sekolah sering mengundang orang tua untuk bersilaturahmi, misalnya
saat pembagian rapot. Namun, masih banyak orang tua yang tidak bisa hadir,
dengan alasan sibuk bekerja. Alhasil, yang datang untuk mengambil rapot itu
adalah orang lain. Kakak. Nenek. Saudara. Yang terparah adalah siswa membawa
kenalannya dan diakui sebagai orang tuanya sendiri. Penipuan, bukan ?
Adanya kebijakan Pak Anis Baswedan itu,
diharapkan bisa menyelesaikan dilema tersebut. Dilema antara kebutuhan anak dan
kebutuhan mencari nafkah. Keduanya berperan sangat penting dalam kehidupan
manusia. Namun, kebutuhan anaklah yang sering dikalahkan demi memenuhi hajat
hidup manusia.
Kebijakan
menteri pendidikan itu diharapkan dapat memberikan kelonggaran kepada berbagai
lembaga, perusahaan swasta, khususnya agar mengijinkan karyawannya datang ke
sekolah. Toh, dalam satu tahun hanya satu atau dua kali izin saja. Tindakan ini
adalah investasi termahal untuk sebuah kehidupan. Kebijakan itu diharapkan memiliki kekuatan
hukum untuk melindungi para karyawan yang masih memiliki anak sekolah.
Kebijakan tersebut diharapkan juga bisa menjatuhkan sanksi kepada lembaga atau
perusahaan yang tidak memberikan izin atau kelonggaran tersebut kepada para
karyawannya. Alangkah lebih baiknya jika ini yang terjadi, bukan sekolah yang
menjadi terdakwa ! Sudah saatnya bidang pendidikan bisa berpengaruh luas pada
dunia. Keberhasilan pendidikan membutuhkan banyak dukungan dari banyak pihak. Guru
memang menjadi ujung tombak pendidikan. Namun, jika guru saja yang berjuang
sendirian, hasilnya tidak akan berdampak luas. Seperti pepatah, keberkahan
(keberhasilan) akan muncul dari kebersamaan ( Ustad Chalid ). Semoga, masa
depan pendidikan Indonesia bisa lebih baik di masa yang akan datang !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar