7/28/2015

MEMAHAMI KEBIJAKAN ANIS BASWEDAN



Membuka awal tahun pelajaran baru 2015/ 2016, ada satu topik pembicaraan yang menghangat. Orang tua dihimbau untuk mengantarkan anaknya ke sekolah pada hari pertama. Sebenarnya, hal ini sudah biasa dan sering dilakukan oleh orang tua, terutama bagi mereka yang menyekolahkan anaknya ke tk atau sekolah dasar. Pada hari pertama sampai beberapa hari atau minggu kemudian, mereka akan rutin datang ke sekolah, bahkan ada yang sampai duduk di dalam kelas bersama anaknya. Topik tadi menjadi menghangat karena himbauan itu berlaku secara menyeluruh. Bukan hanya untuk sekolah TK dan SD, tapi juga untuk SMP dan SMA, karena tidak ada batasan yang jelas.
            Setelah itu, kedatangan para orang tua, wajib disambut oleh kepala sekolah dan para guru. Mereka berkonsultasi dengan orang tua untuk membicarakan anak didiknya. Menggali informasi tentangnya. Menjalin komunikasi dan lain sebagainya. Selain itu, para orang tua juga bisa diajak untuk mengamati lingkungan sekolah.
            Adanya kebijakan tersebut mengindikasikan bahwa kita, warga negara Indonesia dituntut untuk kembali kepada keluarga. Di tengah derasnya arus hedonisme, liberalisme dan konsumtif atau konsumerisme, manusia perlu kembali kepada kebutuhan dasarnya, yaitu kebersamaan dengan keluarga. Inilah fitrah yang sekarang ini sedikit demi sedikit mulai terkikis oleh kesibukan mengejar duniawi. Bekerja bisa dua puluh empat jam, sehingga hal lain, termasuk anak sebagai salah satu kekayaan manusia yang sangat berharga itu selalu terabaikan. Akibatnya, tidak heran jika sekarang banyak anak yang bermasalah. Kenakalan remaja. Narkoba. Tawuran.
            Dalam gaya hidup yang lebih mengutamakan materi, kebutuhan batin seringkali tidak diperhatikan, bahkan dianggap sepele. Tidak penting. Muncul kegersangan dalam diri manusia, sehingga memunculkan dampak lain seperti stress. Stres yang berlarut-larut ini berubah menjadi perilaku bodoh yang justru akan sangat merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
            Mengantar anak di hari pertamanya bersekolah merupakan salah satu obat antigalau. Anak akan merasa tentram dan lebih bersemangat untuk sekolah. Bagaimanapun, mereka sangat membutuhkan dukungan. Kebersamaan orang tua dan anak di hari pertama bersekolahnya memiliki nilai khusus di hatinya.  Semua anak membutuhkan itu, apalagi jika anaknya termasuk yang sulit memasuki lingkungan baru. Hal ini lumrah terjadi di tingkat awal sekolah, yaitu SD dan TK.
            Pada jenjang yang lebih lanjut, hari pertama sekolah mungkin tidak terlalu istimewa. Namun, kebersamaan itu perlu ada juga. Orang tua dan guru, khususnya walikelas perlu bertemu untuk menjalin komunikasi dan bekerja sama. Bagaimanapun pendidikan itu bukan tanggung jawab sekolah. Bukan tanggung jawab guru. Orang tualah yang menjadi pondasi penting bagi pendidikan anak-anaknya. Guru, walikelas dan sekolah menjadi pelengkap dan pemerkaya pendidikan anak.
            Oleh karena itu, sekolah sering mengundang orang tua untuk bersilaturahmi, misalnya saat pembagian rapot. Namun, masih banyak orang tua yang tidak bisa hadir, dengan alasan sibuk bekerja. Alhasil, yang datang untuk mengambil rapot itu adalah orang lain. Kakak. Nenek. Saudara. Yang terparah adalah siswa membawa kenalannya dan diakui sebagai orang tuanya sendiri. Penipuan, bukan ?
            Adanya kebijakan Pak Anis Baswedan itu, diharapkan bisa menyelesaikan dilema tersebut. Dilema antara kebutuhan anak dan kebutuhan mencari nafkah. Keduanya berperan sangat penting dalam kehidupan manusia. Namun, kebutuhan anaklah yang sering dikalahkan demi memenuhi hajat hidup manusia.
Kebijakan menteri pendidikan itu diharapkan dapat memberikan kelonggaran kepada berbagai lembaga, perusahaan swasta, khususnya agar mengijinkan karyawannya datang ke sekolah. Toh, dalam satu tahun hanya satu atau dua kali izin saja. Tindakan ini adalah investasi termahal untuk sebuah kehidupan.  Kebijakan itu diharapkan memiliki kekuatan hukum untuk melindungi para karyawan yang masih memiliki anak sekolah. Kebijakan tersebut diharapkan juga bisa menjatuhkan sanksi kepada lembaga atau perusahaan yang tidak memberikan izin atau kelonggaran tersebut kepada para karyawannya. Alangkah lebih baiknya jika ini yang terjadi, bukan sekolah yang menjadi terdakwa ! Sudah saatnya bidang pendidikan bisa berpengaruh luas pada dunia. Keberhasilan pendidikan membutuhkan banyak dukungan dari banyak pihak. Guru memang menjadi ujung tombak pendidikan. Namun, jika guru saja yang berjuang sendirian, hasilnya tidak akan berdampak luas. Seperti pepatah, keberkahan (keberhasilan) akan muncul dari kebersamaan ( Ustad Chalid ). Semoga, masa depan pendidikan Indonesia bisa lebih baik di masa yang akan datang !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Dua Puisiku di Bulan September

                                                                                    Peristiwa Sumber Inspirasi                              ...