7/18/2015

BERLEBARAN DENGAN BOUCIL



Lebaran dengan kupat dan opor sudah biasa. Itulah menu khas lebaran yang sudah mendarah daging pada masyarakat Indonesia. Tanpa kedua hidangan itu, lebaran rasanya kurang ada jiwanya, terasa garing begituh. Betul, kan ?
            Di samping menu utama tersebut, ada juga hidangan lainnya. Aneka kue di toples cantik. Nastar. Kue keju. Kue salju. Kue bawang. Kue kacang. Bangket. Cheesstick. Rendang. Asinan atau rujak. Kerupuk. Kacang bawang. Cake. Puding. Sop buah. Ulen dan bebeye. Baso. Pempek. Hmmm… apalagi ya ? Semua meja yang ada di rumah pastinya akan penuh dengan aneka hidangan tersebut. Meja di ruang  tamu. Meja di ruang tengah. Meja di ruang makan. Semuanya tak luput dari beban.
            Nah, di lebaran tahun ini, ada yang berbeda nih di rumahku. Entah mengapa, tahun ini rasanya malas banget membuat cake marmer yang biasa kami gunakan untuk sarapan sebelum shalat ied. Rasanya malas juga untuk berburu bolu atau cake lainnya yang mengundang selera dari toko kue langgananku.
 “Ah, biarlah tahun ini, lebaran tanpa cake !” pikirku.
“Kami cukup minum kopi atau susu saja sebelum shalat ied,” kataku dalam hati.
Anehnya, tak ada juga orang rumah yang protes dengan hal tersebut. Mereka adem-adem aza tuh, walau cake belum nongol di lemari. Emang sih, akhir-akhir ini, selera makan kami menurun drastis. Nasi dan lauk pauk yang seupil aza baru habis setelah beberapa hari. Aku sampe kesel banget menantikan habisnya hidangan tersebut. Apalagi, kalau harus membuangnya karena basi. Sayang, kan ? Cape-cape masak hanya untuk dikonsumsi tempat sampah. Uuugghh… !
Eh, di tengah rasa kesal itu, muncul bahagia. Mau tahu ? Sinih, kuberitahu langsung aza daripada lo mati berdiri karena penasaran ( hehehe… ) ! Pas jam sepuluh malam, temanku nelpon.
“Yu, jangan tidur dulu ! Aku dan Hera mo datang ke rumahmu !” kata Irma.
“Oceh !” jawabku.
  Setelah masa penantian, akhirnya merekapun datang. Irma dengan tangannya yang masih terluka akibat ditabrak motor, membawa sekantong bawaan. Brug !
“Aduh, kamu bandel amat, ya ! Mana gendonganmu ? Pake atuh biar retakan tangannya gak semakin parah,” kataku kesal dan khawatir.
“Eh, aku mah gak mau jadi orang sakit ! Gendongannya kumasukkan tas nih !” jawabnya enteng.
“Ah, dasar ! Apaan nih ?” tanyaku penasaran sambil membuka keresek gede yang dibawanya tadi.
BOUCIL.
“Itu bolu dari Asri dan Goes-Goes buat kita-kita !” jawabnya senang.
“Lho, bukannya besok harus kuambil ke rumah Onnie ?” tanyaku heran.
“Miskomunikasi. Jadi, kubawa ke sinih aza. Simpan di kulkas yah. Nih, daftar orang-orangnya ! Biar mereka nanti ngambil ke sinih,” jawabnya riang.
Aku menatapnya sejenak dan kuangkut ke dalam rumah keresek besar itu.
“Mana kopi hitamnya ?” tanyanya saat di meja tak ada minuman kesukaannya itu.
“Ntar, kubuat dulu,” balasku.
Lalu, aku bergerak cepat membuat kopi hitam kesukaannya. Setelah itu, Irma menikmati kopinya, aku membawa dan membuka salah satu dus kecil yang ada dalam keresek tadi. BOUCIL. Bolu Ubi Cilembu.

 “Hah, makanan baru nih,” pikirku.
“Ada banyak rasa tuh, “ kata Irma sambil menunjuk aneka rasa yang tertulis di dus.
Original. Mangga. Mocca. Pandan. Keju.
Keesokan harinya, langsung saja kueksekusi hadiah itu. Betapa terkejutnya diriku. Saat kutemukan bintik-bintik coklat di irisan bolu itu. “Waduh, sayang bolunya kadaluarsa !” pikirku. Kucium aromanya, wangi tapinya ! Hmmm… kuamati bolu itu dengan teliti. Oh, ternyata itu adalah tekstur khas ubi cilembu. Jadi, Boucil itu bisa kunikmati dengan senang. Rasanya ? Maknyuuusss pisan. Lembut. Manis. Dan ada taburan keju kesukaanku. Wow, Alhamdulillah tahun ini tetap bisa berlebaran dengan cake. Menu baru. Boucil. Bolu Ubi Cilembu. 
Boucil Rasa Mangga

Nikmatnya makan Boucil

Kalian tahu kan ubi cilembu ? Ubi ini sangat unik. Memiliki kekhasan, yaitu manis yang alami. Apalagi jika sudah dimasukkan ke oven. Memang, ubi ini lebih terkenal dijual dengan nama ubi bakar cilembu. Kering luarnya. Pas dibelah daging ubinya terlihat merah seperti caramel. Pas diicip manisnya enak, pas. Heunteu giung atau manis berlebihan.  
Dimanakah kita bisa menemukan ubi Cilembu ini ? Jika melintas dari Bandung ke Sumedang, di perbatasan kedua daerah itu, kalian akan menemukan deretan kios yang menjajakan ubi ini. Matang ataupun mentah. Kata orang, Ubi Cilembu ini tak bisa tumbuh di daerah lain, karena zat hara tanahnya berbeda. Namun, sekarang tampaknya ubi cilembu ini sudah berhasil hijrah dari daerah asalnya. Di luar desa itu, kita bisa juga menemukannya. Bahkan sudah masuk ke pasar modern juga. Ubi Cilembu ini bisa kita temukan di pasarnya bos trans tv. Kalian penasaran ? Ya, gampang solusinya. Tinggal nyari dan berbelanja. Hati-hati juga ya, jangan sampe dapet yang palsunya. Ya udah gitu aza. Selamat berburu ubi cilembu dan boucil yah !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Dua Puisiku di Bulan September

                                                                                    Peristiwa Sumber Inspirasi                              ...