Lebaran
dengan kupat dan opor sudah biasa. Itulah menu khas lebaran yang sudah mendarah
daging pada masyarakat Indonesia. Tanpa kedua hidangan itu, lebaran rasanya
kurang ada jiwanya, terasa garing begituh. Betul, kan ?
Di samping menu utama tersebut, ada
juga hidangan lainnya. Aneka kue di toples cantik. Nastar. Kue keju. Kue salju.
Kue bawang. Kue kacang. Bangket. Cheesstick. Rendang. Asinan atau rujak.
Kerupuk. Kacang bawang. Cake. Puding. Sop buah. Ulen dan bebeye. Baso. Pempek.
Hmmm… apalagi ya ? Semua meja yang ada di rumah pastinya akan penuh dengan
aneka hidangan tersebut. Meja di ruang
tamu. Meja di ruang tengah. Meja di ruang makan. Semuanya tak luput dari
beban.
Nah, di lebaran tahun ini, ada yang
berbeda nih di rumahku. Entah mengapa, tahun ini rasanya malas banget membuat
cake marmer yang biasa kami gunakan untuk sarapan sebelum shalat ied. Rasanya
malas juga untuk berburu bolu atau cake lainnya yang mengundang selera dari
toko kue langgananku.
“Ah, biarlah tahun ini, lebaran tanpa cake !”
pikirku.
“Kami
cukup minum kopi atau susu saja sebelum shalat ied,” kataku dalam hati.
Anehnya,
tak ada juga orang rumah yang protes dengan hal tersebut. Mereka adem-adem aza
tuh, walau cake belum nongol di lemari. Emang sih, akhir-akhir ini, selera
makan kami menurun drastis. Nasi dan lauk pauk yang seupil aza baru habis
setelah beberapa hari. Aku sampe kesel banget menantikan habisnya hidangan
tersebut. Apalagi, kalau harus membuangnya karena basi. Sayang, kan ? Cape-cape
masak hanya untuk dikonsumsi tempat sampah. Uuugghh… !
Eh,
di tengah rasa kesal itu, muncul bahagia. Mau tahu ? Sinih, kuberitahu langsung
aza daripada lo mati berdiri karena penasaran ( hehehe… ) ! Pas jam sepuluh
malam, temanku nelpon.
“Yu,
jangan tidur dulu ! Aku dan Hera mo datang ke rumahmu !” kata Irma.
“Oceh
!” jawabku.
Setelah masa penantian, akhirnya merekapun
datang. Irma dengan tangannya yang masih terluka akibat ditabrak motor, membawa
sekantong bawaan. Brug !
“Aduh,
kamu bandel amat, ya ! Mana gendonganmu ? Pake atuh biar retakan tangannya gak
semakin parah,” kataku kesal dan khawatir.
“Eh,
aku mah gak mau jadi orang sakit ! Gendongannya kumasukkan tas nih !” jawabnya
enteng.
“Ah,
dasar ! Apaan nih ?” tanyaku penasaran sambil membuka keresek gede yang
dibawanya tadi.
BOUCIL.
“Itu
bolu dari Asri dan Goes-Goes buat kita-kita !” jawabnya senang.
“Lho,
bukannya besok harus kuambil ke rumah Onnie ?” tanyaku heran.
“Miskomunikasi.
Jadi, kubawa ke sinih aza. Simpan di kulkas yah. Nih, daftar orang-orangnya !
Biar mereka nanti ngambil ke sinih,” jawabnya riang.
Aku
menatapnya sejenak dan kuangkut ke dalam rumah keresek besar itu.
“Mana
kopi hitamnya ?” tanyanya saat di meja tak ada minuman kesukaannya itu.
“Ntar,
kubuat dulu,” balasku.
Lalu,
aku bergerak cepat membuat kopi hitam kesukaannya. Setelah itu, Irma menikmati
kopinya, aku membawa dan membuka salah satu dus kecil yang ada dalam keresek
tadi. BOUCIL. Bolu Ubi Cilembu.
“Hah, makanan baru nih,” pikirku.
“Ada
banyak rasa tuh, “ kata Irma sambil menunjuk aneka rasa yang tertulis di dus.
Original.
Mangga. Mocca. Pandan. Keju.
Keesokan
harinya, langsung saja kueksekusi hadiah itu. Betapa terkejutnya diriku. Saat
kutemukan bintik-bintik coklat di irisan bolu itu. “Waduh, sayang bolunya
kadaluarsa !” pikirku. Kucium aromanya, wangi tapinya ! Hmmm… kuamati bolu itu
dengan teliti. Oh, ternyata itu adalah tekstur khas ubi cilembu. Jadi, Boucil
itu bisa kunikmati dengan senang. Rasanya ? Maknyuuusss pisan. Lembut. Manis.
Dan ada taburan keju kesukaanku. Wow, Alhamdulillah tahun ini tetap bisa
berlebaran dengan cake. Menu baru. Boucil. Bolu Ubi Cilembu.
Boucil Rasa Mangga |
Nikmatnya makan Boucil |
Kalian
tahu kan ubi cilembu ? Ubi ini sangat unik. Memiliki kekhasan, yaitu manis yang
alami. Apalagi jika sudah dimasukkan ke oven. Memang, ubi ini lebih terkenal
dijual dengan nama ubi bakar cilembu. Kering luarnya. Pas dibelah daging ubinya
terlihat merah seperti caramel. Pas diicip manisnya enak, pas. Heunteu giung atau manis berlebihan.
Dimanakah
kita bisa menemukan ubi Cilembu ini ? Jika melintas dari Bandung ke Sumedang,
di perbatasan kedua daerah itu, kalian akan menemukan deretan kios yang
menjajakan ubi ini. Matang ataupun mentah. Kata orang, Ubi Cilembu ini tak bisa
tumbuh di daerah lain, karena zat hara tanahnya berbeda. Namun, sekarang tampaknya
ubi cilembu ini sudah berhasil hijrah dari daerah asalnya. Di luar desa itu,
kita bisa juga menemukannya. Bahkan sudah masuk ke pasar modern juga. Ubi
Cilembu ini bisa kita temukan di pasarnya bos trans tv. Kalian penasaran ? Ya,
gampang solusinya. Tinggal nyari dan berbelanja. Hati-hati juga ya, jangan
sampe dapet yang palsunya. Ya udah gitu aza. Selamat berburu ubi cilembu dan
boucil yah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar