Era digitalisasi dan
komputerisasi telah lama bergaung di sentero dunia. Oleh karena itu, secara
otomatis hampir semua aspek kehidupan manusia mulai ditangani secara
komputerisasi. Contohnya: ada e-ktp, pendaftaran siswa baru secara online,
pendaftaran cpns, bpjs juga online, layanan perbankan, kantor dan perusahaanpun
tak lepas dari komputerisasi ini. Tujuannya adalah mempermudah urusan manusia ?
Benarkah ? Dengan situasi seperti itu, ada euforia komputer di segala lini
kehidupan. Manusia menjadi sangat tergantung pada benda teknologi yang satu
ini. Komputer dan segala sesuatunya menjadi booming.
Kini, benda yang satu itu akan bisa kita temui dengan mudah dan murah. Persaingan
di bidang inipun semakin tajam.
Euforia
itupun ternyata menular pada dunia pendidikan, khususnya sekolah. Banyak
sekolah berusaha untuk menyediakan komputer. Lab komputer menjadi salah satu
fasilitas sekolah. Bahkan, guru dan siswapun tak lepas dari jerat tersebut. Euforia
ini semakin menjadi-jadi ketika pemerintah menetapkan salah satu mata pelajaran
yang berhubungan dengan dunia tersebut, yaitu TIK (Teknologi Informasi dan
Komunikasi), sejak 2004. Kini, komputer merupakan kebutuhan mereka juga. Hampir
semua kegiatan sekolah pasti menggunakan komputer, termasuk juga dalam proses
belajar mengajar.
Siswa dan laptop |
Sejak tahap perencanaan, pelaksanaan sampai
tahap evaluasi teknologi itu tak lepas dari proses tersebut. Semua serba
komputer walau belum seratus persen. Komputer benar-benar menjadi fasilitas
pendukung yang mempermudah proses belajar mengajar. Jika dulu, kita mengetik
rencana pembelajaran dengan mesin tik, maka sekarang menggunakan komputer.
Dulu, kita harus mengetik ulang secara keseluruhan, sekarang buka file lama lalu perbaharui tulisan yang
akan diganti. Era komputerisasi ini juga ditandai dengan pertanyaan favorit
dari para siswa, dari tahun ke tahun. “Bu, boleh menggunakan laptop ?” Ketika
anggukan kepala menjadi jawaban, maka wajah sumringah siswa menjadi balasannya.
Zaman sekarang, laptop di sekolah bukan hal aneh lagi. “Ma, beliin aku laptop
dong !” Mungkin itulah rengekan anak sekarang, selain telepon genggam. Rengekan
jajan atau baju baru mungkin sudah kurang mendominasi lagi.
Kini, siswa akan
bersentuhan langsung atau tidak langsung dengan komputer dalam proses belajar
mengajar. Secara terencana, guru memang mengarahkan siswa pada hal tersebut. Banyak
hal yang bisa dilakukan oleh mereka. Dengan dukungan fasilitas sekolah, siswa
akan melakukan presentasi materi pembelajaran menggunakan teknologi tersebut.
Siswa biasanya akan membuat power poin untuk ditayangkan di dalam kelas. Selain
itu, tugas-tugas pun tak luput dari dukungan teknologi informasi dan komunikasi
ini. Pembuatan makalah atau laporan juga didukung oleh fasilitas ini. Tulisan
tangan menjadi langka. Bahkan cenderung dihindari oleh siswa. Pementasan
dramapun diwarnai dengan pemakaian teknologi ini. Di manapun, kapanpun, dan
siapapun pastilah komputer. Itulah mungkin semboyan yang tepat untuk situasi
pembelajaran sekarang ( hehehe…). TIK sudah menjadi sahabat dan semangat
belajarku, siswa masa kini. Siswa digital mungkin ya, istilah yang paling
tepat. Mengapa ? Siswa sekarang lebih dikuasai oleh teknologi. Menanyakan pr,
angkat telepon, facebook. Baca buku,
e-book. Mencari bahan pembelajaran dan tugas-tugas, internet atau Mbah
Google. Banyak hal selalu bersinggungan dengan teknologi informasi dan
komunikasi.
Komputer dan Drama |
Di pihak guru,
teknologi informasi dan komunikasi ( TIK ) ini pun menjadi bagian dari
profesionalisme mereka. Guru-guru sepuh yang tidak bisa menggunakan komputer (
secara terpaksa ) harus mempelajarinya. Situasi dan tuntutan profesi
mengarahkan mereka pada hal tersebut. Guru-guru yang pernah dikirim ke luar
negeri, menerapkan berbagai macam program bawaan dari tanah sebrang, contohnya Emudo, Think Quest. Banyak pula guru
yang mempersiapkan proses mengajar dengan menggunakan komputer itu. Menyusun
bahan ajar, misalnya tak lepas dari teknologi tersebut. Power Poin. Penyajian
materi menjadi lebih menarik dengan hal tersebut, apalagi guru yang kreatif dan
melek teknologi akan berusaha mencari informasi melalui internet untuk
menunjang hal tersebut. Blogpun menjadi salah satu media untuk menyediakan
bahan ajar.
Komputer (TIK) pendukung profesionalisme guru |
Sekarang, berkaitan
dengan kurikulum 2013, penilaianpun tak lepas dari fasilitas teknologi
informasi dan komunikasi. Ada program khusus untuk pengisian rapot. Guru
sekarang harus mengisi angka-angka pada program khusus itu agar rapot siswa
memiliki pendeskripsian. Dengan hal-hal tersebut, gurupun tak bisa lepas dari
dunia yang satu ini, teknologi informasi dan komunikasi. Alhasil, TIK menjadi semboyan
di manapaun, kapanpun dan siapapun tetap juara mewarnai kehidupan proses
belajar mengajar.
Ironisnya, sejak
berlakunya kurikulum baru, 2013, mata pelajaran TIK pun hilang dari peredaran,
khususnya di tingkat sekolah menengah pertama. Berwujud abstrak. Di satu sisi,
kita sedang menggalakkan melek teknologi. Namun, di sisi lain banyak kendala
menghadang. Para siswa tidak lagi belajar ilmu TIK secara langsung. Konsistensi
tampaknya harus mulai dibenahi. Kita ini akan dibawa kemana ? Di satu sisi,
kita harus siap dengan gempuran arus globalisasi, komputerisasi. Di sisi lain,
mata pelajaran yang merupakan jawaban terhadap tantangan zaman tersebut dihapus
tanpa kejelasan. Nasib guru TIK jadi terombang-ambing tanpa arah tujuan yang
pasti. Pembelajaran tentang ilmu teknologi informasi dan komunikasi masih perlu
dilakukan secara berkesinambungan. Jika, guru TIK harus mendampingi siswa atau
guru dalam waktu mengajar yang tidak jelas, tentu hasilnya tidak akan efektif.
Di samping itu, kesiapan mental siswa dalam menghadapi era serba teknologi
canggih ini perlu dibentuk dan ditumbuhkan. Siswa harus mampu bertanggung jawab
dalam pemakaian teknologi tersebut. Jangan sampai terjadi, siswa menggunakan
laptop untuk melihat hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama dan moral ! Para
siswa masih harus banyak belajar tentang TIK ini, baik ilmunya yang cepat
berubah, juga sikap mentalnya. Derasnya gempuran arus informasi ini, harus pula
diseimbangkan dengan pembelajaran TIK yang positif. Kebebasan berteknologi tetap
harus dilandasi oleh tanggung jawab keilmuan, tanggung jawab moral dan landasan
agama yang kuat, sehingga siswa tidak akan menjadi korban teknologi. Pada
akhirnya, TIK masih tetap dibutuhkan oleh guru dan siswa. Tentunya, dengan
pengembangan pembelajaran yang lebih menarik dan berkualitas. Kita masih
membutuhkan strategi untuk menangkal informasi yang berbahaya dan sering datang
secara tiba-tiba, tanpa diminta. Kepada siapakah kita menggantungkan harapan
ini jika bukan pada guru TIK ? Semoga segera ada kejelasan tentang mata
pelajaran TIK ini, khususnya untuk tingkat SMP !