BEEEEEEEUUUU
Hari
ini rasanya aku ingin kembali ke masa lalu. Mengenang keindahan dan kesenangan
yang pernah ada. Menikmati segala hal yang pernah kulakukan bersama
sahabat-sahabatku. Kembali ke masa-masa yang telah banyak menorehkan jejak-jejak
kehidupan. Lalu, kubuat sebuah
keputusan. Tinggalkan modernisasi kembali ke zaman purba !
Dulu,
sepulang sekolah, kami selalu bersama-sama menyusuri jalanan dengan
langkah-langkah penuh tawa. Kami berjalan diantara pohon-pohon yang berbatang kokoh. Berdaun
rimbun. Meneduhkan. Udara segar
senantiasa kuhirup dengan nyaman setiap pagi. Burung-burung bernyanyi riang
menyambut pagi. Orang-orang berlalu lalang menuju pasar. Kendaraan melaju
tenang di jalanan beraspal. Harmonis sekali. Semua berada sesuai dengan relnya
masing-masing dengan irama kenikmatan hidup yang mempesona. Indah sekali.
Kali
ini, aku ingin mengulangnya kembali. Aku ingin menikmati pembangunan kota yang
sering kusaksikan hampir setiap saat. Sejak saat itu, wajah kotaku mengalami
banyak perubahan. Tak ada lagi jalanan becek berlumpur coklat. Kesemrawutan itu
telah sirna berganti dengan kecerahan khas perkotaan. Wajah kotaku telah banyak
mengalami proses make over.
Siang
itu, kembali kutelusuri jalanan kotaku menuju pondok. Ada sebuah kelegaan yang
menyelusup. Bayang-bayang masa lalu berputar kembali dalam pikiranku.
Tawa-riang itu kembali kurasakan. Perjalanan kali ini serasa kembali bersama
dengan sahabat-sahabat tercinta. Aku melangkah dengan ringan. Aku menikmati
kembali jalanan kota ini. Kutelusuri kembali jalanan beraspal. Kupandangi lagi
wajah kotaku.Tanah keras yang biasa kupijak dulu telah berubah menjadi trotoar
tinggi di atas jalan beraspal. Aku
berjalan di trotoar yang telah terpoles dan terpasang cantik. Inilah wajah baru
kotaku. Di dalam hati, aku mengagumi hasil karya itu. Aku tersenyum simpul.
Kotaku ah kotaku.
Sekitar
satu jam perjalanan, aku mulai menemukan kejanggalan. “Gempa mungkin,”pikirku.
Aku berasa bergoyang saat berjalan. Hal itu kualami beberapa kali. Aku
menghentikan langkahku. Kupandangi sekeliling. Tak ada yang bergoyang. Gedung
perkantoran, rumah-rumah, dan tiang listrik tetap berdiri tegak. Aku berjalan
kembali. Bergoyang lagi. Aku heran. Kuamati trotoir itu. Ah, aku menemukan
penyakitnya. Aku pun kembali melanjutkan perjalanan itu dengan hati-hati. Aku
harus memilih trotoar yang bagus. Setelah goyangan itu, aku menemukan trotoar
yang sudah hancur. Jalanan bolong di tengah. Jika saja, aku berjalan sambil
bercanda seperti dulu, pasti terperosok. Untung aku berjalan sendirian
sehingga bisa melewati bahaya itu.
Aku
mulai sedikit merasakan ketidaknyamanan. Namun, aku ingin menuntaskan
perjalanan ini. Kembali kutelusuri trotoar yang masih cukup panjang itu.
Sekitar dua meter di depanku, trotoar akan terpotong oleh jalanan beraspal yang
mengarah ke tengah kota. Aku mengamati kembali trotoar ini. Sedikit miring.
Pikiranku melayang pada sebuah acara permainan jepang di televisi. Aku berjalan
di sisi miring itu. Aku menjadi pemenangnya. Selamat tidak jatuh ke dalam air !
Aku berhasil menapaki kembali trotoar
yang lurus. Hehehe… Namun, tiba-tiba
…suit…suit…suit…brem…brem…breeeng….. beberapa motor melaju di sisi kiri dan kananku bergantian.
Kendaraan beroda dua itu tanpa perasaan
berdosa melintas dari trotoar miring menuju jalan beraspal ke tengah kota. Aku
dibiarkan kebingungan dengan kengerian yang luar biasa. Jalan beraspal macet
total. Beberapa motor lain melaju di sisi jalan, samping trotoar. Sedangkan motor-motor
sialan itu lebih memilih trotoar yang
ada pejalan kakinya demi melewati kemacetan itu. Beeeuuuu…
Teganya…teganya…teganya. Mereka melewatiku dengan cueknya. Aduuh ! Zaman telah
benar-benar berubah. Tak ada lagi kenyamanan bagi pejalan kaki. Apakah materi
lebih utama dan lebih berharga daripada nyawa seorang manusia yang ingin
berjalan kaki ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar