6/08/2013

CeritaCeritaku



BEEEEEEEUUUU
                Hari ini rasanya aku ingin kembali ke masa lalu. Mengenang keindahan dan kesenangan yang pernah ada. Menikmati segala hal yang pernah kulakukan bersama sahabat-sahabatku. Kembali ke masa-masa yang telah banyak menorehkan jejak-jejak kehidupan.  Lalu, kubuat sebuah keputusan. Tinggalkan modernisasi kembali ke zaman purba !
                Dulu, sepulang sekolah, kami selalu bersama-sama menyusuri jalanan dengan langkah-langkah penuh tawa. Kami berjalan diantara  pohon-pohon yang berbatang kokoh. Berdaun rimbun. Meneduhkan.  Udara segar senantiasa kuhirup dengan nyaman setiap pagi. Burung-burung bernyanyi riang menyambut pagi. Orang-orang berlalu lalang menuju pasar. Kendaraan melaju tenang di jalanan beraspal. Harmonis sekali. Semua berada sesuai dengan relnya masing-masing dengan irama kenikmatan hidup yang mempesona. Indah sekali.
                Kali ini, aku ingin mengulangnya kembali. Aku ingin menikmati pembangunan kota yang sering kusaksikan hampir setiap saat. Sejak saat itu, wajah kotaku mengalami banyak perubahan. Tak ada lagi jalanan becek berlumpur coklat. Kesemrawutan itu telah sirna berganti dengan kecerahan khas perkotaan. Wajah kotaku telah banyak mengalami proses make over. 
                Siang itu, kembali kutelusuri jalanan kotaku menuju pondok. Ada sebuah kelegaan yang menyelusup. Bayang-bayang masa lalu berputar kembali dalam pikiranku. Tawa-riang itu kembali kurasakan. Perjalanan kali ini serasa kembali bersama dengan sahabat-sahabat tercinta. Aku melangkah dengan ringan. Aku menikmati kembali jalanan kota ini. Kutelusuri kembali jalanan beraspal. Kupandangi lagi wajah kotaku.Tanah keras yang biasa kupijak dulu telah berubah menjadi trotoar tinggi di atas jalan beraspal.  Aku berjalan di trotoar yang telah terpoles dan terpasang cantik. Inilah wajah baru kotaku. Di dalam hati, aku mengagumi hasil karya itu. Aku tersenyum simpul. Kotaku ah kotaku.
                Sekitar satu jam perjalanan, aku mulai menemukan kejanggalan. “Gempa mungkin,”pikirku. Aku berasa bergoyang saat berjalan. Hal itu kualami beberapa kali. Aku menghentikan langkahku. Kupandangi sekeliling. Tak ada yang bergoyang. Gedung perkantoran, rumah-rumah, dan tiang listrik tetap berdiri tegak. Aku berjalan kembali. Bergoyang lagi. Aku heran. Kuamati trotoir itu. Ah, aku menemukan penyakitnya. Aku pun kembali melanjutkan perjalanan itu dengan hati-hati. Aku harus memilih trotoar yang bagus. Setelah goyangan itu, aku menemukan trotoar yang sudah hancur. Jalanan bolong di tengah. Jika saja, aku berjalan sambil bercanda seperti dulu, pasti terperosok. Untung aku berjalan sendirian sehingga  bisa melewati bahaya itu.
                Aku mulai sedikit merasakan ketidaknyamanan. Namun, aku ingin menuntaskan perjalanan ini. Kembali kutelusuri trotoar yang masih cukup panjang itu. Sekitar dua meter di depanku, trotoar akan terpotong oleh jalanan beraspal yang mengarah ke tengah kota. Aku mengamati kembali trotoar ini. Sedikit miring. Pikiranku melayang pada sebuah acara permainan jepang di televisi. Aku berjalan di sisi miring itu. Aku menjadi pemenangnya. Selamat tidak jatuh ke dalam air ! Aku berhasil menapaki kembali  trotoar yang  lurus. Hehehe… Namun, tiba-tiba …suit…suit…suit…brem…brem…breeeng….. beberapa motor  melaju di sisi kiri dan kananku bergantian. Kendaraan  beroda dua itu tanpa perasaan berdosa melintas dari trotoar miring menuju jalan beraspal ke tengah kota. Aku dibiarkan kebingungan dengan kengerian yang luar biasa. Jalan beraspal macet total. Beberapa motor lain melaju di sisi jalan, samping trotoar. Sedangkan motor-motor sialan itu lebih memilih trotoar  yang ada pejalan kakinya demi melewati kemacetan itu. Beeeuuuu… Teganya…teganya…teganya. Mereka melewatiku dengan cueknya. Aduuh ! Zaman telah benar-benar berubah. Tak ada lagi kenyamanan bagi pejalan kaki. Apakah materi lebih utama dan lebih berharga daripada nyawa seorang manusia yang ingin berjalan kaki ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Dua Puisiku di Bulan September

                                                                                    Peristiwa Sumber Inspirasi                              ...