Siapakah sang ( si ) Binatang Jalang
itu ? Tentu saja, Chairil Anwar. Adakah orang yang tidak mengenalnya ? Beliau
merupakan seorang penyair angkatan 45 yang sangat monumental dalam dunia
kesusastraan indonesia, khususnya perpuisian. Puisi-puisinya dianggap sebagai
tonggak peralihan puisi modern Indonesia. Karyanya yang cukup terkenal adalah
Aku. Dari sinilah lahir julukan Si Binatang Jalang.
Aku
ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dan tangan ‘kan kaku, menulis
berhenti
Kecemasan derita, kecemasan mimpi
Berilah aku tempat di menara tinggi
Dimana kau sendiri meninggi
Sosialisasi Chairil
dengan para pelukis itu terlihat juga pada gramatika puisinya. Gramatika puisi
Chairil mematahkan unsure linearitas bahasa melalui kerja “menatap” yang banyak
dilakukan dalam puisi-puisinya.
I.
Dan bara kagum menjadi api
II.
Berselempang
semangat yang tak bisa mati
Dalam menganalisis
puisi-puisi Chairil Anwar, Afrizal Malna berpendapat bahwa penyair 45 itu
menggunakan faktor tubuh dalam penciptaan puisi-puisinya. Artinya, tubuh itu
digunakan sedemikian rupa oleh Chairil untuk menangkap momen-momen dalam
kehidupannya. Dengan demikian, muncul kata-kata yang bermakna dalam, sarat
makna dan penafsiran. Sebuah kekayaan makna kata yang mampu memunculkan
majas-majas yang luar biasa indah.
Contoh I : Bara kagum menjadi api
Contoh II : Jika di Barat nanti menjadi gelap
Turut
tenggelam sama sekali
Juga yang
mengendap,
Di mukamu
tinggal bermain Hidup dan Mati
Permainan rima antara
gelap, tenggelam, mengendap merupakan cirri khas gaya Chairil Anwar membuat
majas dalam puisinya. Gelap dan tenggelam menjadi visual ketika dimasukkan
unsure mengendap dalam puisi itu. Mengendap menghasilkan gambaran antar
kemanusiaan, kerawanan dan kecemasan sekaligus tetapi juga unsur gerak yang
disembunyikan.
Faktor tubuh itu
menjelaskan suasana kekelaman karena kolonialisme dan kekelaman modernisme
dalam bayang-bayang perang dunia I dan II. Chairil membiarkan tubuhnya masuk
pada kehidupan. Chairil pun memiliki kecerdasan tubuh yang berkesan mistis.
Pendapatnya yang cukup
mengagetkan adalah ketika beliau memaknai bagian puisi Chairil yang berbeda
dari yang sudah ada.
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya yang terbuang
Beliau mengatakan bahwa
melalui puisinya ini, Chairil Anwar ingin keluar dari dunia manusia dan ingin
menjadi binatang. Anda heran dengan pernyataan ini ?
Jika kita, menelaah
lebih jauh tentang kehidupan ini, binatang tampak lebih mulia dari manusia.
Binatang tidak punya pikiran yang berbingkai. Binatang pikirannya lebih murni
dari manusia. Mengapa ? Di zaman sekarang ini, manusia banyak sekali kehilangan
makna dalam segala sendi kehidupan. Semua akar persoalan hidup manusia selalu
berakar pada masalah materi (uang). Inilah faktor penyebabnya. Manusia menjadi
serakah, menjadi predator, menjadi hilang kemanusiaannya. Banyak penyimpangan
yang terjadi. Pun di zamannya. Seorang Chairil Anwar ingin keluar dari dunia
hitam itu. Ia ingin hidup dalam sebuah kemurnian.
Dalam kehidupan yang sudah kelam
ini, Yasraf A. Piliang berharap puisilah yang akan mampu membuat pencerahan,
dengan syarat dunia sastra harus bisa mengembangkan dirinya sendiri agar bisa
bermakna bagi yang lain.
Demikianlah pemikiran-pemikiran baru
dari puisi Chairil Anwar. Pemikiran itu lahir dalam acara Seminar Nasional yang
diselenggagarakan oleh Gelanggang UNPAD pada Rabu, 24 April 2013 di Balai
Santika, kampus UNPAD Jatinangor. Seminar itu diadakan dalam rangka bulan
sastra, berkaitan dengan hari wafatnya Sang Penyair, Chairil Anwar pada 28
April. Semoga bermanfaat dan mencerahkan kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar