4/19/2013

BIOGRAFI PENGUSAHA KULINER



     


DARI PHK KE SURABI





  Jika berjalan-jalan ke kota Cimahi, Anda bisa mencicipi camilan tradisional khas masyarakat Sunda bernama Surabi. Anda bisa menemukan kue basah ini di Jalan Kebon Kelapa Cimahi. Dari jalan Pojok Anda sudah bisa melihat spanduk sederhana bertuliskan  Ban Tjiang dengan jelas. Jika terus berjalan ke arah Timur pada sore hari, Anda pun bisa menemukan berbagai macam makanan lainnya, seperti: martabak, roti bumbu, gorengan, gado-gado dan masakan lainnya.


Kue serabi itu dikelola oleh Bapak Asep Eddi. Usaha ini dirintis oleh orang tua Pak Edi sejak dua puluh tahun lalu.Awalnya usaha ini menggunakan latar di depan rumah yang terletak di sebuah gang. Orang tua Pak Edi berjualan surabi bersama dengan masakan bermerek BanTjiang. Merek yang diambil dari nama orang tua Pak Edi. Masakan Ban Tjiang cukup terkenal. Saat itu, Pak Edi hanya berperan untuk sekedar membantu usaha orang tuanya. Pria kelahiran 15 Agustus 1963 itu bekerja di dunia pariwisata. Namun seiring dengan terjadinya krisis ekonomi, perusahaan itu bangkrut dan Pak Edi terkena PHK.


Sejak saat itu, Pak Edi mulai terjun secara serius untuk mengembangkan usaha surabi  yang telah dirintis oleh orang tuanya. Untuk lebih mengenalkan usahanya itu, sejak tujuh tahun lalu, Pak Edi memindahkan usaha surabinya ke pinggir jalan dekat dengan gang tempat tinggalnya. Pak Edi menggunakan roda sederhana dengan spanduk bertuliskan Kue Serabi dan Colenak  Sari  Rasa  ( BanTjiang ).  Di samping itu, anak pak Edi mempromosikan kue serabi itu dengan media internet.

              
  Surabi yang lembut dan enak rasanya itu menjadi buah bibir masyarakat. Pelanggannya berasal dari berbagai tempat dan status sosial yang berbeda, mulai dari pejalan kaki, bermotor bahkan bermobil, kerap mendatangi roda sederhana di jalan Kebon Kelapa No 2 Cimahi itu. Bahkan, menurut Pak Edi ada yang membeli kue Serabi ini untuk keluarganya yang tinggal di Singapura.


Pak Edi menjual cemilan tradsional ini dengan beraneka rasa. Mulai dari sentuhan original, yaitu oncom dan kinca atau larutan gula merah serta santan sampai sentuhan modern dengan rasa keju, sosis, abon dan berbagai macam variasinya. Ada sekitar 24 rasa. Ada yang manis seperti Serabi biasa putih manis, pandan wangi, coklat, kacang kismis, pisang keju dan sebagainya. Ada pula yang asin seperti Serabi oncom, telor, telor keju, sosis, abon sapi dan lain-lain. Pembeli bisa memilih berbagai macam rasa favoritnya. Harga surabi ini cukup ringan di kantong, yaitu mulai dari harga Rp 1000,- hingga Rp 2500,- per buahnya. Harga yang cukup stabil dari waktu ke waktu, walaupun harga terigu sebagai bahan bakunya mengalami kenaikan. Di samping serabi, Anda juga bisa memesan colenak seharga Rp 5000,- per porsi. Colenak merupakan cemilan manis terbuat dari peuyeum yang diberi toping enten atau parutan kelapa dan gula merah.
                Pak Edi juga menerima pesanan kue serabi ini untuk berbagai macam acara, seperti pernikahan, arisan dan lain sebagainya. Bahkan, Pak Edi pernah menerima pesanan untuk kegiatan bapak walikota Cimahi. Jika order ini banyak, Pak Edi biasanya akan menutup kios rodanya. Beliau akan lebih memfokuskan diri pada pesanan khusus itu.  Keterbatasan tenaga dan waktu menjadi kendalanya. Beliau tidak bisa membuat Serabi untuk pesanan sekaligus jualan di rodanya. Kue Serabi harus dibuat dadakan, agar rasa dan kualitasnya tetap terjaga. Untuk system pesanan ini, Pak Edi biasanya akan menerima order minimal  50 buah.
                Dalam menjalankan usahanya itu, Pak Edi sangat menjaga kepercayaan dari pelanggan. Beliau berprinsip untuk menjaga kualitas kue serabinya. Beliau tidak akan pernah menjual serabi sisa atau basi. Beliau akan menyajikan serabi segar,  fresh from anglo. Beliau menggunakan alat masak yang terbuat dari tanah liat ini sebanyak kurang lebih sepuluh buah. Agar pelayanannya lebih cepat, beliau memadukan anglo itu dengan kompor gas. Itulah bentuk inovasinya. Pada umumnya, anglo menggunakan kayu bakar . Selama menjalankan bisnis kecilnya itu, beliau tidak pernah mengalami kerugian atau kendala. Usahanya itu tetap berjalan selama puluhan tahun walaupun badai menerjang negeri ini. Hebat bukan ? Harga terigu yang sempat melonjak naik, tidak mempengaruhi usahanya itu. Harga serabi tetap stabil. Kuncinya ada pada aspek pengaturan atau manajemen bisnis. Pak Edi membuat perhitungan yang cermat dan berjangka panjang. Beliau bisa menutup kerugian itu dengan pesanan dalam jumlah banyak. Hal itu bisa didapatkannya dengan prinsip menjaga kepercayaan dari para pelanggan atau pembeli serabinya. Beliau takkan pernah mengkhianati mereka. Beliau akan selalu menjaga kualitas kue buatannya itu. Suatu prinsip usaha yang baik untuk tetap eksis.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Dua Puisiku di Bulan September

                                                                                    Peristiwa Sumber Inspirasi                              ...