2/12/2012

NARSIS


SELEBRITIS DAN PENULIS
By ARUNDINA

            Rasanya tak asing bagi kita mendengar istilah selebritis dan penulis. Maknanya pun dengan mudah kita pahami. Penulis menjadi selebritis adalah hal yang sudah sering terjadi. Lihat saja Raditya Dika, misalnya. Dari seorang penulis blog, menjadi penulis novel yang membooming dan akhirnya menjadi pemain film, khususnya untuk film yang diangkat dari tulisan-tulisannya, seperti Kambing Jantan.
            Hal yang mirip terjadi juga padaku saat udara agak mendung melanda Bandung pada Selasa, 31 Januari 2012. Untuk pertama kalinya, aku merasakan menjadi penulis dan model tingkat rt. Menjelang kumandang adzan dhzuhur, aku dan temanku, teh Nancy tiba di sebuah rumah makan khas Sunda, Ampera yang terletak di Jalan Sukarno Hatta. Di sana, sudah hadir ketua korwil IIDN Bandung dan mantan korwil, yaitu Mbak Vivera dan Mbak Dydie. Sambil menunggu kedatangan teman-teman yang lain, kami ngobrol ngalor-ngidul. Tak lama setelah itu, Mbak Vivera memesan makanan kecil berupa dua buah tahu goreng dan sebuah pisang. Perpaduan menu yang unik tentunya. Sambil menikmati camilan itu, kami melanjutkan obrolan yang tertunda.
            Setengah jam kemudian, muncul Mbak Irma dari Garut sambil menggendong dan menggandeng dua buah hatinya yang lucu. Lalu, Mbak Asri pun datang dengan tas berisi kaos-kaos merah menyala berlogo IIDN. Kemudian, satu persatu anggota IIDN pun bermunculan, termasuk sang pupuhu, Indari Mastuti. Sementara, sang pupuhu didampingi markom IIDN, Lygia berbincang dengan wartawan kompas, kami, para anggota menyerbu kaos merah tersebut. Seragam wajib untuk pemotretan hari itu. Mau tak mau, akupun menyerbu dagangan tersebut. Tapi ternyata telah laris manis. Akhirnya, aku dipinjami kaos merah polos untuk acara hari itu. Yang penting seragam dan ada nuansa kebersamaan. Maka, hari itu jadilah aku berpakaian merah ditimpa merah. Beberapa waktu kemudian, urusan kaos selesai dan kami menikmati makan siang.
            Setelah menikmati aneka hidangan sesuai dengan selera masing-masing, tibalah acara menjadi selebritis atau lebih tepatnya menjadi model dadakan. Rencananya hari itu, Kompas akan mengadakan liputan tentang komunitas kami, grup Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN). Sebuah komunitas yang beranggotakan para ibu rumah tangga atau para wanita yang memiliki kegiatan atau hobi di dunia tulis menulis. Beberapa diantaranya telah produktif menerbitkan karya berupa buku-buku dengan tema yang beragam, seperti: bacaan anak, bisnis, kehidupan wanita dan lain sebagainya.
            Sebelum pemotretan, kami menyatukan beberapa meja makan menjadi sebuah meja perundingan raksasa mirip meja Konferensi Asia Afrika. Semua perlengkapan makan disingkirkan dengan rapi. Setelah itu, kami menata diri, duduk mengelilingi meja raksasa tersebut. Beberapa ibu mengeluarkan alat andalan modern untuk menulis, yaitu laptop. Aku dan ibu- ibu yang lain mengeluarkan buku-buku yang telah kami siapkan sebelumnya. Buku diatur di atas meja. Disensor ! Yang berlogo IIDN harus menjadi bintang utama. Lalu, kami diinstruksikan untuk berdiskusi, berunding, ngobrol, nulis layaknya komunitas penulis sejati. Tanpa merasa kesulitan, kami memenuhi syarat tersebut. Wong, anggota komunitas sudah pada kenal dan akrab yaa ?! Jepret…jepret…jepret. Kilatan-kilatan blitz bertaburan seperti bintang." Benarkah wajah-wajah ayu kami tertangkap kamera ataukah hanya laptop-laptopnya saja ?"  Pikiran iseng melayang begitu saja di kepalaku. Kami tertawa kecil menanggapinya. Sedangkan sang wartawan kompas tetap sibuk menangkap sudut-sudut menarik dari komunitas kami. Isi laptop tentang IIDN pun tak luput dari jepretannya. Setelah merasa cukup mendapatkan data, kami melanjutkan pemotretan di luar ruangan. Di halaman depan, dengan disinari cahaya matahari yang meredup, kami beraksi kembali. Mengatur barisan, bergaya dengan buku-buku dan cheese… tersenyum manis pada sang pemotret. Sukses ! Pemotretanpun berjalan sempurna. Saatnya, kami meluncur ke tempat tujuan yang kedua, Kantor Redaksi harian umum Pikiran Rakyat.
            Dengan menggunakan dua jenis kendaraan, mobil dan motor, kami meluncur ke kantor redaksi Pikiran Rakyat. Jarak yang cukup dekat, kami tempuh hanya dalam hitungan menit. Sekitar pukul dua siang, kami telah tiba di halaman  kantor itu. Sebagian anggota IIDN melaksanakan shalat Dzhuhur terlebih dahulu, sedangkan anggota lainnya langsung memasuki aula kantor redaksi Pikiran Rakyat. Saat melangkah masuk, kami merasa menjadi anggota DPR/MPR. Ruangan tertata rapi dan bersih. Ruangan didominasi warna coklat. Di atas meja terpasang mikropon-mikropon kecil seperti di gedung wakil rakyat. Di sampingnya, ada dus makanan ringan dan segelas air putih. Sambil menunggu anggota yang melaksanakan shalat, kami kembali berbincang-bincang dengan anggota yang baru datang dari luar kota. Mereka datang dari Cirebon dan Jakarta. Selain itu, kami pun mengisi daftar hadir. Tak lama setelah itu, muncul seorang bapak tampan, tinggi, bersih, dan berwibawa, mirip artis keturunan Belanda. Beliau mencari Lygia Pecanduhujan. Ngacung, Mbak! Mereka berkenalan dan Bapak tampan tadi memperkenalkan dua perwakilannya dari Redaksi Pikiran Rakyat, seorang perempuan dan seorang laki-laki. Beliau juga menginstruksikan untuk segera memulai acara. Setelah itu, sang artis Belanda pun  meninggalkan ruangan. Jadilah, ketiga narasumber (mohon maaf tidak hapal nama) menempati kursi di podium kehormatan. Mbak Lygia bersiap menjadi moderator, mendampingi perwakilan PR. Tak lama kemudian, Mbak Indari memasuki ruangan dan begabung dengan ketiga orang tersebut.  
            Tepat pada pukul 14.15 menit acara kunjungan ke kantor redaksi Pikiran Rakyat pun dimulai. Setelah dibuka oleh sang moderator,  mbak Indari bercerita tentang latar belakang kami terdampar di kantor PR. Awal pertemuan ini terjadi saat Mbak Indari bertemu Pak Januar Ruswita (Gegeden PR) dalam Lomba Wira Usaha Muda Mandiri di Jakarta.  Atas ijinnya, kami bisa melakukan kegiatan ini. Sayangnya, hari itu Bapak Januar Ruswita sedang tidak berada di tempat. Lalu, pembicaraan pun berlanjut pada dunia tulis menulis di harian umum Pikiran Rakyat. Kedua perwakilan PR menyampaikannya secara singkat dan padat. Mereka menginformasikan rubrik-rubrik yang disediakan PR untuk kami isi dengan tulisan, seperti : lembaran Khasanah, Cakrawala, Geulis, Hiburan, Forum Guru, Opini dan sebagainya. Terakhir, kegiatan dilengkapi dengan acara tanya jawab sampai pukul 16.00. Selama dua jam acara tersebut, banyak ilmu kepenulisan yang kudapatkan. Wawasan baru. Suasana baru. Dunia penulis ternyata memiliki lika-liku tersendiri. Dunia penulis juga memiliki persaingan tersendiri. Aku menghadapi tantangan baru. Diriku semakin dimantapkan untuk terus membaca, menambah ilmu agar bisa menjadi penulis yang berkualitas. Untuk menjadi sukses, memang membutuhkan proses, kesabaran, perjuangan, kerja keras, semangat pantang mundur, tekad yang kuat dan tentu saja komunitas yang mampu mendukung keprofesionalan tugas kita. Semoga grup Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN) menjadi wadah yang tepat untuk itu ! Semoga para anggotanya semakin solid, berkembang dan bersama-sama menjadi penulis andalan dalam suasana persaingan yang sehat ! Ayo, ibu-ibu tetaplah hiasi dunia dengan tulisan-tulisan terbaik kita ! Tetap semangat dan jangan lupa tersenyum manis ( semanis gula aren yang senantiasa dikerubungi semut hitam … hehehe… lebay teu-nya ?!) ! Cheese … selebriti dan penulis adalah perpaduan yang sempurna !


                                                                                                            Cimahi, 1 Februari 2012
                                     ( Renungan malam saat menikmati perjalanan menjadi penulis pemula )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Dua Puisiku di Bulan September

                                                                                    Peristiwa Sumber Inspirasi                              ...