CHEK
IN
By
Arundina
Tiba-tiba, Sabtu sore, surat tugas melayang ke rumahku.
Besok kau harus ke Cipanas ! Pelatihan Jurnalistik ! Kubaca surat itu dengan
seksama. Aku dan dua orang temanku wajib melaksanakan tugas itu. Segera
kutelpon kedua temanku, Indri dan Yulia. "Ya, besok sore kita pergi
bersama. Apih, siap mengantar !" jawab Yulia di sebrang sana.
Tepat pukul empat sore, Yulia diantar suaminya datang ke
rumahku. Tinggal Indri yang belum datang. Kriiiing… "Halo !"
"Rumahmu yang mana ?" tanya Indri. "Oh, sebelah warung gas
elpiji. Di depan ada mobil Avanza hitam !" balasku. Kami pun menanti
kedatangannya sambil bercakap-cakap ringan dan menikmati suguhan kue dan teh. Tak
berapa lama, diapun datang. Senyum khasnya mengembang. "Hayu, ah!"
ajaknya. "Duduklah dulu. Ngopi dulu
!" jawabku kalem. "Wareg yeh. Teu kuat hayang geura ka Cipanas !
Karunya Apih bisi kamaleman teuing pulangna." Jawabnya dengan logat Sunda
yang khas.
Kami pun segera meluncur. Menelusuri jalanan Bandung
menuju Cianjur. Cuaca sore cukup cerah. Kami menikmati pemandangan indah
sepanjang jalan. Sawah, gunung, pepohonan yang hijau. Ah, betapa sejuk di mata
! Obrolan dan candaan membuai waktu. Tak terasa kami telah sampai di kota
Cianjur. Kendaraanpun berbelok menuju arah puncak. Lancar. Tak ada kemacetan
seperti saat libur lebaran. Kami memasang mata. Mencari hotel bintang tiga,
tempat kami menginap. Beberapa penginapan dan hotel telah kami lewati.
Petunjuk-petunjuk arah telah kami pahami dengan baik. Gelap mulai menyelimuti
alam. "Itu dia !" teriakku. Tulisan besar nama hotel di sebuah baligo
terang menandai akhir perjalanan ini.
Kurang lebih satu meter di depan.
Avanzapun memasuki pelataran parkir hotel. Jam berada
pada pukul 19.30. Kami beranjak turun. Berjalan menuju lobi hotel. "Selamat
malam !" Petugas lobi menyambut kedatangan ronbongan kecil ini dengan
ramah. Kelegaan menyeruak. Aku menarik nafas. Segar. "Kami peserta
pelatihan jurnalistik dari Bandung, Mas!" kata Yulia menjelaskan.
"Oh, begitu. Chek innya baru besok siang, Mbak! Pukul 12 siang!"
jawab petugas lobi. "Hah!" Guntur menggelegar. Kami melongo. "Tapi
dalam surat tugas yang kami terima, chek innya malam ini. Pukul 19.30 !"
ujarku. "Sebentar, Mbak!" balas petugas itu kalem. Dia pun beranjak
ke meja belakang. Mengambil sebuah surat. Petugas lain mendatangi kami.
"Ini suratnya!" Ia menunjukkan surat itu. Kami membacanya dengan
perasaan yang tak jelas. Kacau tak menentu. Beda. Isinya beda. Surat yang ditik
dengan rapi itu menyuruh chek in besok siang. Lunglai. Berbagai macam pikiran
menyergap kepala. "Terima kasih, Mas!" kata Indri. Kami pun berjalan
ke luar lobi. Keheningan menyergap. Tatapan mata para petugas hotel mengiringi
perjalanan kami menuju Avanza kembali. Duduk. Bingung. Bruk ! Suara pintu
Avanza yang ditutup mengembalikan kesadaran kami. "Suratnya tidak dibaca
dulu ?" tanya Apih. "Suratnya mah benar. Chek in malam ini. Salah
ketik mungkin, Pih!" Aneh !" kata Yulia pada suaminya.
"Bagaimana dong nih ?" tanya Indri. "Pulang lagi ke Bandung?"
tanya Apih lagi. "Wah, Jangan! Malu atuh sudah pamitan sama keluarga.
Besok pastinya tidak akan bisa pergi lagi!" sergah Indri. "Kita cari
makan malam aja dulu. Sambil mencari solusinya!" ujarku memberi masukan.
Akhirnya, kami menyusuri kembali jalanan Cianjur tanpa
tujuan yang jelas. Berbagai macam pikiran berkecamuk di kepala masing-masing.
Kami berjalan ke arah puncak. Tak ada tempat yang cocok. Setelah agak jauh, kembali ke arah Bandung.
Kami menelusuri jalan sambil mencari tempat menginap. Hampir semuanya tak
sesuai selera, selera kantong yang utama ( hehehe…). Akhirnya, kami istirahat
di tukang baso. Setelah makan baso, kami menelusuri jalanan kembali. Muncul
sebuah ide untuk kembali ke hotel tujuan awal. Kami menelepon. Berapa harganya
? sekitar tiga ratus lima puluh. Wow ! Acara pun batal. Kembali kami mencari
tempat menginap yang lebih sesuai dengan ukuran saku kami. Tiba-tiba, aku
melihat bangunan berderet putih mirip tempat kos-kosan. Kami pun menuju ke
sana. Setelah menanyakan harga. Kami sepakat, malam ini tidur di sini,
sedangkan apih kembali balik ke Bandung.
Akhirnya, kami tidak terlantar. Setelah beberes, kami mengambil posisi tidur
dengan rapi. Karena lelah, kami segera terpejam. Tiba-tiba… gempa…gempa…gempa !
Kami terjaga. Dua temanku merasakan getaran hebat. Aneh, aku tidak
merasakannya. "Pengaruh hp mungkin," jawabku. Mereka langsung loncat
dari tempat tidur, bergegas keluar. Dengan malas, kuikuti mereka. Yulia membuka
pintu kamar. "Kang, aya gempa, tsunami?" tanya Yulia pada penjaga
penginapan. "Oh, bukan neng. Di sini biasa seperti ini, kalau ada
kendaraan besar seperti bus atau truk, pasti bergetar seperti gempa! jawabnya kalem.
Hahahaha…. Sontak kami tertawa terbahak-bahak. Ada-ada aja ! Begitu dahsyat
efek tsunami bagi manusia yang hidup. Jauh dari laut aja masih ingat sama
tsunami, apalagi yang tinggal di daerah pesisir ya ?! Sampai jauh malam kami
membahas pengalaman lucu ini. Akhirnya tetidur pulas.
Ikut menyimak sobat.
BalasHapussalam
thanks. keliatan khusyu menyimaknya
Hapus