SELEBRITIS
DAN PENULIS
By ARUNDINA
Rasanya tak asing bagi kita mendengar istilah selebritis
dan penulis. Maknanya pun dengan mudah kita pahami. Penulis menjadi selebritis
adalah hal yang sudah sering terjadi. Lihat saja Raditya Dika, misalnya. Dari
seorang penulis blog, menjadi penulis novel yang membooming dan akhirnya menjadi pemain film, khususnya untuk film
yang diangkat dari tulisan-tulisannya, seperti Kambing Jantan.
Hal yang mirip terjadi juga padaku saat udara agak
mendung melanda Bandung pada Selasa, 31 Januari 2012. Untuk pertama kalinya,
aku merasakan menjadi penulis dan model tingkat rt. Menjelang kumandang adzan
dhzuhur, aku dan temanku, teh Nancy tiba di sebuah rumah makan khas Sunda,
Ampera yang terletak di Jalan Sukarno Hatta. Di sana, sudah hadir ketua korwil
IIDN Bandung dan mantan korwil, yaitu Mbak Vivera dan Mbak Dydie. Sambil
menunggu kedatangan teman-teman yang lain, kami ngobrol ngalor-ngidul. Tak lama setelah itu, Mbak Vivera memesan
makanan kecil berupa dua buah tahu goreng dan sebuah pisang. Perpaduan menu
yang unik tentunya. Sambil menikmati camilan itu, kami melanjutkan obrolan yang
tertunda.
Setengah jam kemudian, muncul Mbak Irma dari Garut sambil
menggendong dan menggandeng dua buah hatinya yang lucu. Lalu, Mbak Asri pun
datang dengan tas berisi kaos-kaos merah menyala berlogo IIDN. Kemudian, satu
persatu anggota IIDN pun bermunculan, termasuk sang pupuhu, Indari Mastuti.
Sementara, sang pupuhu didampingi markom IIDN, Lygia berbincang dengan wartawan
kompas, kami, para anggota menyerbu kaos merah tersebut. Seragam wajib untuk
pemotretan hari itu. Mau tak mau, akupun menyerbu dagangan tersebut. Tapi
ternyata telah laris manis. Akhirnya, aku dipinjami kaos merah polos untuk
acara hari itu. Yang penting seragam dan ada nuansa kebersamaan. Maka, hari itu
jadilah aku berpakaian merah ditimpa merah. Beberapa waktu kemudian, urusan
kaos selesai dan kami menikmati makan siang.
Setelah menikmati aneka hidangan sesuai dengan selera
masing-masing, tibalah acara menjadi selebritis atau lebih tepatnya menjadi
model dadakan. Rencananya hari itu, Kompas akan mengadakan liputan tentang
komunitas kami, grup Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN). Sebuah komunitas yang
beranggotakan para ibu rumah tangga atau para wanita yang memiliki kegiatan
atau hobi di dunia tulis menulis. Beberapa diantaranya telah produktif
menerbitkan karya berupa buku-buku dengan tema yang beragam, seperti: bacaan
anak, bisnis, kehidupan wanita dan lain sebagainya.
Sebelum pemotretan, kami menyatukan beberapa meja makan
menjadi sebuah meja perundingan raksasa mirip meja Konferensi Asia Afrika. Semua perlengkapan makan disingkirkan
dengan rapi. Setelah itu, kami menata diri, duduk mengelilingi meja raksasa
tersebut. Beberapa ibu mengeluarkan alat andalan modern untuk menulis, yaitu
laptop. Aku dan ibu- ibu yang lain mengeluarkan buku-buku yang telah kami
siapkan sebelumnya. Buku diatur di atas meja. Disensor ! Yang berlogo IIDN
harus menjadi bintang utama. Lalu, kami diinstruksikan untuk berdiskusi,
berunding, ngobrol, nulis layaknya komunitas penulis sejati. Tanpa merasa
kesulitan, kami memenuhi syarat tersebut. Wong, anggota komunitas sudah pada
kenal dan akrab yaa ?! Jepret…jepret…jepret. Kilatan-kilatan blitz bertaburan
seperti bintang." Benarkah wajah-wajah ayu kami tertangkap kamera ataukah
hanya laptop-laptopnya saja ?"
Pikiran iseng melayang begitu saja di kepalaku. Kami tertawa kecil
menanggapinya. Sedangkan sang wartawan kompas tetap sibuk menangkap sudut-sudut
menarik dari komunitas kami. Isi laptop tentang IIDN pun tak luput dari
jepretannya. Setelah merasa cukup mendapatkan data, kami melanjutkan pemotretan
di luar ruangan. Di halaman depan, dengan disinari cahaya matahari yang meredup,
kami beraksi kembali. Mengatur barisan, bergaya dengan buku-buku dan cheese…
tersenyum manis pada sang pemotret. Sukses ! Pemotretanpun berjalan sempurna.
Saatnya, kami meluncur ke tempat tujuan yang kedua, Kantor Redaksi harian umum
Pikiran Rakyat.
Dengan menggunakan dua jenis kendaraan, mobil dan motor,
kami meluncur ke kantor redaksi Pikiran Rakyat. Jarak yang cukup dekat, kami
tempuh hanya dalam hitungan menit. Sekitar pukul dua siang, kami telah tiba di
halaman kantor itu. Sebagian anggota
IIDN melaksanakan shalat Dzhuhur terlebih dahulu, sedangkan anggota lainnya
langsung memasuki aula kantor redaksi Pikiran Rakyat. Saat melangkah masuk,
kami merasa menjadi anggota DPR/MPR. Ruangan tertata rapi dan bersih. Ruangan
didominasi warna coklat. Di atas meja terpasang mikropon-mikropon kecil seperti
di gedung wakil rakyat. Di sampingnya, ada dus makanan ringan dan segelas air
putih. Sambil menunggu anggota yang melaksanakan shalat, kami kembali
berbincang-bincang dengan anggota yang baru datang dari luar kota. Mereka
datang dari Cirebon dan Jakarta. Selain itu, kami pun mengisi daftar hadir. Tak
lama setelah itu, muncul seorang bapak tampan, tinggi, bersih, dan berwibawa,
mirip artis keturunan Belanda. Beliau mencari Lygia Pecanduhujan. Ngacung, Mbak! Mereka berkenalan dan
Bapak tampan tadi memperkenalkan dua perwakilannya dari Redaksi Pikiran Rakyat,
seorang perempuan dan seorang laki-laki. Beliau juga menginstruksikan untuk
segera memulai acara. Setelah itu, sang artis Belanda pun meninggalkan ruangan. Jadilah, ketiga
narasumber (mohon maaf tidak hapal nama) menempati kursi di podium kehormatan.
Mbak Lygia bersiap menjadi moderator, mendampingi perwakilan PR. Tak lama
kemudian, Mbak Indari memasuki ruangan dan begabung dengan ketiga orang
tersebut.
Tepat pada pukul 14.15 menit acara kunjungan ke kantor
redaksi Pikiran Rakyat pun dimulai. Setelah dibuka oleh sang moderator, mbak Indari bercerita tentang latar belakang
kami terdampar di kantor PR. Awal pertemuan ini terjadi saat Mbak Indari
bertemu Pak Januar Ruswita (Gegeden PR)
dalam Lomba Wira Usaha Muda Mandiri di Jakarta.
Atas ijinnya, kami bisa melakukan kegiatan ini. Sayangnya, hari itu
Bapak Januar Ruswita sedang tidak berada di tempat. Lalu, pembicaraan pun
berlanjut pada dunia tulis menulis di harian umum Pikiran Rakyat. Kedua
perwakilan PR menyampaikannya secara singkat dan padat. Mereka menginformasikan
rubrik-rubrik yang disediakan PR untuk kami isi dengan tulisan, seperti :
lembaran Khasanah, Cakrawala, Geulis, Hiburan, Forum Guru, Opini dan
sebagainya. Terakhir, kegiatan dilengkapi dengan acara tanya jawab sampai pukul
16.00. Selama dua jam acara tersebut, banyak ilmu kepenulisan yang kudapatkan.
Wawasan baru. Suasana baru. Dunia penulis ternyata memiliki lika-liku
tersendiri. Dunia penulis juga memiliki persaingan tersendiri. Aku menghadapi
tantangan baru. Diriku semakin dimantapkan untuk terus membaca, menambah ilmu
agar bisa menjadi penulis yang berkualitas. Untuk menjadi sukses, memang
membutuhkan proses, kesabaran, perjuangan, kerja keras, semangat pantang
mundur, tekad yang kuat dan tentu saja komunitas yang mampu mendukung keprofesionalan
tugas kita. Semoga grup Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN) menjadi wadah yang tepat
untuk itu ! Semoga para anggotanya semakin solid, berkembang dan bersama-sama
menjadi penulis andalan dalam suasana persaingan yang sehat ! Ayo, ibu-ibu
tetaplah hiasi dunia dengan tulisan-tulisan terbaik kita ! Tetap semangat dan
jangan lupa tersenyum manis ( semanis gula aren yang senantiasa dikerubungi
semut hitam … hehehe… lebay teu-nya ?!) ! Cheese … selebriti dan penulis adalah
perpaduan yang sempurna !
Cimahi, 1 Februari 2012
( Renungan malam saat menikmati perjalanan
menjadi penulis pemula )